PPN Rumah Ditanggung Pemerintah Sepanjang 2024, Harus Penuhi 2 Syarat

Pemerintah melanjutkan pemberian insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun hingga Desember 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (31/1/2024).

Merespons hal itu, Kementerian Keuangan kini tengah mengebut pengundangan peraturan menteri keuangan (PMK) baru yang secara khusus mengatur implementasi PPN DTP pada tahun anggaran 2024. PMK sebelumnya, yakni PMK 120/2023 hanya mengatur pemberian insentif PPN rumah DTP pada masa pajak November hingga Desember 2023.

Ada 2 syarat yang perlu dipenuhi agar penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun mendapatkan insentif PPN DTP. Pertama, harga jual paling banyak Rp5 miliar. Kedua, rumah harus dalam keadaan baru saat diserahkan dan dalam kondisi siap huni.

PPN terutang yang ditanggung pemerintah merupakan PPN atas penyerahan yang terjadi pada saat ditandatanganinya akta jual beli atau ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli lunas.

Penandatanganan dilaksanakan di hadapan notaris, serta dilakukan penyerahan hak secara nyata untuk menggunakan atau menguasai rumah siap huni yang dibuktikan dengan berita acara serah terima (BAST) pada 1 November 2023 hingga 31 Desember 2024.

Selain mengenai PPN rumah DTP, ada pula bahasan terkait dengan seleksi calon hakim agung TUN pajak, perkembangan tentang tax ratio Indonesia, update soal aplikasi e-Bupot 21/26, dan wacana kenaikan pajak bahan bakar di daerah.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

PPN Rumah 100% DTP Hingga Juni 2024

Besaran PPN yang ditanggung pemerintah akan menyusut seiring mendekati periode akhir pemberian insentif.

Apabila penyerahan dilakukan mulai 1 November 2023 hingga 30 Juni 2024, PPN DTP diberikan sebesar 100% PPN yang terutang dari bagian dasar pengenaan pajak (DPP) sampai Rp2 miliar dengan harga jual paling banyak Rp5 miliar.

Sementara untuk penyerahan mulai 1 Juli 2024 hingga 31 Desember 2024, PPN DTP diberikan sebesar 50% PPN yang terutang dari DPP sampai Rp2 miliar dengan harga jual paling banyak Rp5 miliar. (DDTCNews)

MA Butuh 3 Hakim TUN Pajak

Komisi Yudisial (KY) kembali menggelar seleksi calon hakim agung (CHA) untuk memenuhi kebutuhan hakim agung di Mahkamah Agung (MA), termasuk kebutuhan hakim agung tata usaha negara (TUN) khusus pajak.

Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pihaknya telah menerima surat dari MA mengenai pengisian kekosongan jabatan hakim agung di MA. Dalam surat tersebut, MA menyatakan masih ada 3 kursi hakim agung TUN khusus pajak yang lowong.

Adapun untuk formasi yang dibutuhkan selengkapnya, yakni ada 13 yakni 2 hakim agung kamar perdata, 3 hakim agung kamar pidana, 1 hakim agung kamar agama, 1 hakim agung kamar TUN, 3 hakim agung kamar TUN khusus pajak, serta 3 hakim adhoc HAM di MA. (DDTCNews)

Rasio Utang Pemerintah Turun Signifikan

Posisi utang pemerintah mencapai Rp8.144,69 pada 31 Desember 2023, atau 38,59% dari produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasio utang pemerintah menurun signifikan dari tahun sebelumnya. Menurutnya, kinerja APBN 2023 secara umum cukup baik.

Laporan APBN Kita edisi Januari 2024 pun menyatakan pengelolaan utang pemerintah masih baik. Rasio tersebut masih sejalan dengan yang telah ditetapkan melalui strategi pengelolaan utang jangka menengah 2023-2026 pada kisaran 40%. (DDTCNews)

Fitur Form 1721-A1 Belum Ada di e-Bupot 21/26

Aplikasi e-bupot 21/26 ternyata belum mengakomodasi pembuatan bukti potong PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima pensiun berkala (formulir 1721-A1).

Secara umum, formulir 1721-A1 hanya dibuat pada masa pajak terakhir, yakni masa pajak Desember. Namun, formulir 1721-A1 juga perlu dibuat dalam hal terdapat pegawai tetap yang berhenti bekerja di pertengahan tahun.

“Untuk pembuatan bukti potong 1721-A1 di e-bupot 21/26 mohon menunggu terlebih dahulu karena fiturnya belum tersedia, silakan dicoba secara berkala,” tulis @kring_pajak di media sosial. (DDTCNews)

Polemik Pajak BBM 10% di DKI Jakarta

Kementerian ESDM meminta Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengevaluasi kembali soal tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang ditetapkan maksimal 10% di DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya.

Dirjen Migas Tutuka Ariadji menjelaskan Kementerian ESDM telah mengirimkan surat yang berisi permintaan kajian ulang atas aspek teknis pelaksanaan, legalitas status wajib pajak dan wajib pungut, serta kriteria tarif maksimal.

Permintaan evaluasi ini juga mempertimbangkan gejolak tahun politik.

Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta menetapkan tarif PBBKB sebesar 10%. Khusus untuk BBM kendaraan umum, tarif PBBKB ditetapkan 50% dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi. (Bisnis Indonesia)

Sumber: news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only