Indef: Kenaikan PPN Jadi 12% Hambat Laju Pertumbuhan Ekonomi

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berpendapat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 dari saat ini 11% akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Kenaikan tersebut memberikan efek domino pada konsumsi masyarakat hingga investasi.

“Jadi kalau ekonomi kita secara business as usual tumbuh 5%, gara-gara kenaikan PPN jadi 12%, maka pertumbuhan ekonomi berkurang 0,17%,” ucap peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Kenaikan tarif PPN berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam Pasal 7 UU itu disebutkan tarif PPN sebesar 11% berlaku pada April 2022. Sedangkan tarif PPN sebesar 12% paling lambat berlaku pada 1 Januari 2025.

Dia mengatakan dari kajian yang dilakukan Indef, kenaikan PPN akan menurunkan daya saing sebab terjadi penambahan biaya. Saat pengusaha membeli bahan baku menggunakan jasa transportasi logistik, maka biayanya naik karena ada kenaikan PPN . “Ini menyebabkan penurunan daya saing, oleh karena itu perlu dipertimbangkan menggunakan skema multitarif, untuk kebutuhan pokok tidak dinaikkan atau bahkan justru diturunkan,” kata dia.

Pada saat yang sama, agregat ekspor diperkirakan menurun 1,41%, sedangkan konsumsi rumah tangga akan turun 0,26%.  “Impor akan meningkat karena masyarakat memilih kombinasi barang dan jasa yang lebih bisa terjangkau bagi daya beli,” kata dia. 

Dia mengatakan dampak kenaikan PPN juga membuat upah riil akan turun karena terjadi kenaikan harga barang, inflasi meningkat 0,97%, biaya investasi naik 1,2%, dan penyerapan tenaga kerja secara nasional akan turun 0,94%. “Dengan kenaikan PPN, menyebabkan penurunan performa dari indikator makro ekonomi,” tutur Ahmad Heri.

Menurut Ahmad Heri, kenaikan PPN memicu peningkatan biaya dan permintaan melambat. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi penyesuaian dalam input produksi termasuk penyesuaian penggunaan tenaga kerja, sehingga realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) terancam menurun. “Potensinya secara agregat penerimaan pajak akan naik atau naiknya tidak sesuai ekspektasi karena ada penurunan PPH,” tutur Ahmad Heri.

Sumber : beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only