Optimalkan Setoran PPh Badan, Ditjen Pajak Awasi Pergerakan Harga Komoditas

JAKARTA. Kinerja penerimaan pajak pada tahun ini masih akan menghadapi berbagai tantangan. Hal ini dikarenakan penurunan harga komoditas masih akan menjadi salah satu tantangan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak pada tahun ini.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan bahwa pihaknya akan memonitor pergerakan harga komoditas yang berdampak kepada penerimaan pajak, khususnya pajak penghasilan (PPh) Badan.

“Kami terus memonitor pergerakan harga komoditas terkait dengan sektor-sektor yang sangat sensitif dengan harga komoditas di antaranya sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan,” ujar Suryo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (25/3).

Di sisi lain, DJP Kemenkeu juga akan terus melakukan pengawasan untuk sektor-sektor yang memang tidak terpengaruh langsung dari harga komoditas.

“Tadi Menkeu (Sri Mulyani) sudah sampaikan, selain industri pengolahan, sektor pertambangan, sektor-sektor yang lain untuk pajak penghasilan masih membutuhkan performance yang bagus di tahun 2023 dan insyallah juga di 2024 ini,” katanya. 

Sebagai informasi, realisasi PPh Badan hingga 15 Maret 2024 telah mencapai Rp 55,91 triliun. Sayangnya, penerimaan ini  turun 10,6% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Penurunan PPh Badan ini disebabkan oleh penurunan signifikan harga komoditas pada tahun 2023 yang berakibat pada peningkatan restitusi pada 2024.

“Untuk PPh Badan mengalami koreksi yang cukup tajam karena tadi mereka melakukan restitusi karena ada masalah komoditas tadi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Namun, di luar restitusi, secara bruto PPh Badan masih tumbuh 7,5%. Oleh karena itu, pihaknya akan terus mewaspadai penurunan harga komoditas yang berdampak kepada penerimaan pajak.

“Ini yang harus kita waspadai komposisi penerimaan negara dan tekanan terhadap penerimaan dari koreksi harga komoditas,” katanya.

Sebelumnya, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa pelemahan sektoral perkebunan dan pertambangan akibat melemahnya harga komoditas membuat Wajib Pajak membutuhkan cashflow agar perusahaan memiliki likuiditas yang cukup.

“Ini lah yang kemudian mendorong perusahaan mengajukan permohonan restitusi,” kata Fajry. 

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only