Ditjen Pajak Menyisir Youtuber dan Tiktoker

RUU Penyiaran mengatur kewajiban penyelenggara plat form digital untuk membayar pajak

Kreator konten seperti Youtuber dan Tiktoker, bersiaplah! Pemerintah akan menyigi pajak para konten kreator, atau mereka yang selama ini mencari pendapatan dari ranah digital.

Draf Undang-Undang ten- tang Penyiaran yang kini tengah dibahas oleh pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rak- yat (DPR), mencantumkan pungutan pajak para konten kreator ini. Dalam Pasal 34 F ayat (2) huruf g RUU tersebut, pemerintah mempertegas bahwa penyelenggara plat- form digital penyiaran dan/ atau platform teknologi penyiaran wajib membayar pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang termasuk platform di- gital penyiaran, dalam beleid itu adalah sarana informasi telekomunikasi yang memfasilitasi interaksi secara langsung pemberi dan penerima informasi atau penyedia dan pengguna jasa penyiaran untuk saling bertukar atau memperoleh informasi.

Sementara, penyelenggara platform digital penyiaran adalah pelaku usaha yang terdiri atas perseorangan maupun lembaga yang menyelenggarakan konten siaran melalui platform digital penyiaran.

Di Indonesia, Youtube menjadi salah satu platform digital penyiaran yang paling banyak digunakan masyarakat. Berdasarkan riset KONTAN, setiap orang rata-rata menghabiskan 25,9 jam per bulan di platform ini pada 2020.

Nah, dibalik populernya platform ini, ada orang yang membuat konten menarik atau dikenal sebagai kreator konten. Dalam hal ini, kreator konten sebagai penyelenggara platform digital penyiaran.

Beberapa nama tenar antara lain: Raditya Dika, Deddy Corbuzier hingga Atta Halilintar.Penghasilan para kreator konten antara lain adsense. selain tentu saja mereka juga mendapatkan penghasilan sebagai endorse. Nah, sebagai warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan, mereka juga terikat dengan pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Dwi Astuti menyebut, tak ada strategi khusus otoritas atas kelom- pok wajib pajak kreator konten maupun influencer.

Kewajiban pajak para kreator kontan mengacu penghasilan atau transaksi yang dilakukan oleh influencer sebagai wajib pajak. “Jadi sama dengan penerima penghasilan lainnya,” tegas Dwi, kemarin. Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji menyebut potensi penerimaan pajak dari mereka cukup besar, tapi belum sepenuhnya bisa dipajaki. Umumnya, kreator konten memperoleh dua sumber penghasilan, yaitu adsense dan endorsement, penjualan merchandise hingga menjadi brand ambassador. “Sayang, fokus optimalisasi kepatuhan pajak umumnya berkutat pada penghasilan yang diperoleh dari dalam platform khususnya adsense,” kata dia. Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono juga bilang, selama ini kreator konten sudah dibidik agar taat bayar pajak, baik pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).

PPh dikenakan atas penghasilan kreator konten sesuai Pasal 4 ayat 1 UU tentang PPh. Sementara PPN dikenakan atas setiap produk yang dijual mereka. Jenis pajak mereka dimasukkan ke beberapa jenis pajak berbeda sesuai nomen klatur di APBN, yakni PPh 21 atas penghasilan yang dipotong pemberi kerja, PPh orang pribadi atas penghasilan yang tak dipotong pemberi kerja, PPh badan atas penghasilan yang diterima kreator konten dan PPN dalam negeri atas penyetoran oleh kreator konten yang telah menjadi pengusaha kena pajak (PKP).

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat menyebut, pada 2025 potensi ekonomi digital di Indonesia akan menyentuh US$ 146 miliar, meningkat 23% dari 2020 sebesar US$ 44 miliar.

Kemkeu pernah memproyeksikan pada 2025 potensi ekonomi digital Indonesia mencapai Rp 1.800 triliun dengan pertumbuhan digital 40% per tahun. “Ini potensi pajak luar biasa,” kata dia, kemarin.

Ini jadi pekerjaan rumah pemerintah agar potensi besar itu bisa jadi penerimaan. Menurut dia, Ditjen Pajak perlu memiliki petugas pajak yang khusus memantau atau menginvestigasi pergerakan ekosis- tem digital.

Edukasi dan sosialisasi juga penting dilakukan. “Misal mendorong konten kreator yang masih informal jadi perusahaan perseorangan berizin, juga memberi fasilitas insentif agar mau masuk sistem perpajakan,” ujar dia

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only