Catat! Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Maksimal Sebelum SPHP Terbit

Wajib pajak masih berkesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) meski sudah dilakukan pemeriksaan oleh Ditjen Pajak (DJP).

Laporan APBN Kita menjelaskan meskipun DJP telah melakukan pemeriksaan, wajib
pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan tentang ketidakbenaran
pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Namun, wajib pajak hanya mempunyai kesempatan mengungkapkan ketidakbenaran
SPT sepanjang dirjen pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP).

“Sepanjang SPHP belum disampaikan, wajib pajak masih berkesempatan
mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT,” bunyi laporan APBN Kita yang
diterbitkan Kemenkeu, dikutip pada Kamis (30/5/2024).

Proses pemeriksaan akan tetap dilanjutkan meski wajib pajak mengungkapkan tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan. Sebelum Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terbit, pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT paling lambat dilakukan sebelum DJP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Adapun setelah UU HPP terbit, batas waktunya dipercepat menjadi sepanjang surat
SPHP belum disampaikan oleh DJP.

Perubahan batas waktu ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan
menghindari kemungkinan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT oleh
pemeriksa pajak tidak dipertimbangkan. Pasalnya, isian dari SPHP harus
mencerminkan seluruh pemeriksaan.

Apabila pengungkapan dilakukan setelah SPHP disampaikan, akan menyebabkan
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut tidak mencerminkan nilai atau
kondisi yang dilandasi kesadaran wajib pajak sendiri atau terdapat kemungkinan
pengaruh perhitungan dalam SPHP.

Mekanisme dan prosedur pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dilakukan
oleh wajib pajak secara tertulis dalam laporan tersendiri sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dan disampaikan ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak
terdaftar. Laporan tersebut harus ditandatangani oleh wajib pajak, wakil, atau kuasa
dari wajib pajak dan dilampiri dengan 3 dokumen.

Pertama, penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dalam format SPT. Kedua, Surat Setoran Pajak (SSP) atas pelunasan
pajak yang kurang dibayar apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar.

Ketiga, SSP atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8
ayat (5) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP jika pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar.

“Kesempatan ini selayaknya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh wajib pajak dengan
menunjukkan itikad baik dalam membuat laporan pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT, sehingga laporan tersebut benar-benar mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya,” bunyi laporan APBN Kita.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only