Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menemukan masalah tingginya piutang pajak yang belum ditagih secara optimal oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pakak Kementerian Keuangan (Kemkeu). BPK menemukan ada piutang senilai Rp 5,37 triliun yang masuk dalam kategori piutang macet yang belum kedaluwarsa.
Hal tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundangan-Undangan Pemerintah Pusat 2023 (LHP SPI dan Kepatuhan 2023).
Secara terperinci, piutang pajak macet sebesar Rp 5,37 triliun ini terdiri dari 8.472 ketetapan pajak dengan nilai piutang Rp 4,67 triliun masih belum dilakukan penagihan aktif oleh kantor pelayanan pajak (KPP).
Lalu terdapat 1.438 ketetapan senilai Rp 701,9 miliar yang sudah dilakukan penagihan lewat penerbitan surat paksa namun belum dilakukan penyitaan atas aset wajib pajak. Bukan hanya itu, BPK juga menemukan ketetapan pajak yang belum ditagih secara optimal sampai dengan keda- luwarsa penagihan senilai Rp 461,78 miliar yang berasal dari 187 ketetapan.
Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai aturan perpajakan, salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar. Akibatnya, penerimaan atas piutang macet sebesar Rp 5,37 triliun tidak dapat segera dimanfaatkan.
Tidak hanya itu, Ditjen Pajak juga kehilangan hak untuk melakukan penagihan dan negara kehilangan penerimaan pajak dari piutang pajak sebesar Rp 461,78 miliar yang kedaluwarsa penagihan.
Terkait piutang pajak kedaluwarsa, negara kehilangan Rp 461,78 miliar.
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menduga, kondisi keuangan wajib pajak yang masih sulit menjadi salah satu kendala Ditjen Pajak dalam melakukan penagihan piutang tersebut.
“Kalau kondisi keuangan wajib pajak bagus, saya yakin akan segera dilunasi. Tapi kalau kondisinya memang tidak memungkinkan untuk membayar, hal itu sulit untuk mencari solusinya,” kata Fajry, Rabu (5/6).
Ia juga melihat, penagihan terhadap aset di luar negeri menjadi tantangan bagi Ditjen Pajak. Meski demikian, pemerintah telah memiliki aturan yang bisa mengakomodasi hal tersebut, yakni berupa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan aturan turunannya.
Sumber : Harian Kontan 6 Juni 2024 Halaman 2
Leave a Reply