JAKARTA. Satu lagi muncul tanda-tanda ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Setoran pajak korporasi alias pajak penghasilan (PPh) badan menyusut signifikan.
Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan PPh badan periode Januari-Mei 2024 secara bruto turun 27,3% year-on-year (yoy). Di periode sama tahun lalu, PPh badan bruto masih tumbuh 9,5% yoy. Celakanya, secara neto, PPh badan Januari-Mei 2024 lebih turun lebih dalam lagi, yakni 35,7% yoy. Di periode yang sama tahun 2023, penerimaan jenis ini tumbuh 24,8% yoy.
Padahal PPh badan merupakan kontributor terbesar kedua yang mencapai 20,2% terhadap total penerimaan pajak. “Jadi kalau 20% dari penerimaan pajak mengalami kontraksi sangat dalam, tentu kita bisa lihat dampaknya pada penerimaan pajak keseluruhan mengalami tekanan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Kamis (27/6).
Menkeu menyebutkan, penurunan jenis pajak ini menandakan perusahaan mengalami penurunan signifikan dari sisi profitabilitas, terutama yang berkaitan komoditas. “Pembayaran PPh (badan) tahun ini serta angsurannya semua di-adjust ke bawah plus restitusi. Ini yang sedang kita kelola dengan sangat teliti dan waspada,” tambah dia.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan penurunan setoran PPh badan menandakan laba perusahaan menyusut. Salah satu penyebabnya adalah pendapatan yang menurun. Bahkan koreksinya diperkirakan masih berlanjut. “Dengan demikian, perekonomian dapat dikatakan sedang tidak baik-baik saja karena mengalami perlambatan,” kata dia.
Menurut Prianto, penurunan PPh badan disebabkan dua hal. Pertama, banyak perusahaan yang mencairkan restitusi PPh badan 2022 di periode Januari hingga Juni 2024. Kedua, geliat ekonomi tahun ini mulai seret sehingga banyak perusahaan mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada 2024.
Insentif pajak
Untuk memperbaiki kelesuan ekonomi, Prianto menyarankan pemerintah fokus pada stabilitas konsumsi dalam negeri. Ketika perlambatan ekonomi terus terjadi, pemerintah biasanya hadir dalam bentuk insentif pajak, misalnya pajak ditanggung pemerintah (DTP). “Tujuan utama insentif pajak DTP adalah agar pengusaha bisa survive. Tujuan berikutnya adalah agar pengusaha tersebut bisa recovery sehingga ekonomi kembali pulih,” katanya.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research, Wahyu Nuryanto melihat sejak awal tahun hingga Mei 2024 kontraksi penerimaan PPh badan terus melebar. Menurut dia, hal itu bisa menjadi hambatan dalam mencapai target penerimaan pajak pada akhir tahun, apabila tak ada perbaikan fundamental ekonomi signifikan. “Karena memang kinerja penerimaan PPh badan sangat erat dengan kondisi ekonomi yang mempengaruhi keuangan korporasi,” kata Wahyu.
Dengan kondisi penurunan PPh badan yang terus melebar, Wahyu menyarankan pemerintah menekan dampak pelemahan ekonomi yang dipicu penurunan harga komoditas terhadap korporasi. “Salah satunya mendorong daya beli masyarakat sehingga konsumsi masyarakat terjaga dan kegiatan ekonomi tetap berjalan,” imbuh dia.
Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan kepatuhan material wajib pajak sehingga meminimalkan penghindaran. Pemerintah juga perlu mengubah struktur pajak yang saat ini didominasi PPh badan dan pajak pertambahan nilai (PPN), dengan memperbesar porsi penerimaan PPh orang pribadi (OP), terutama non karyawan.
Sumber : Harian Kontan Sabtu 29 Juni 2024 hal 2
Leave a Reply