Bank Dunia Usul Batas PKP Diturunkan

JAKARTA. Untuk memacu penerimaan pajak, Bank Dunia menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengubah ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) yang menurut mereka terlalu tinggi. 

Saat ini, ambang batas wajib pajak yang wajib mendaftar pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia sebesar US$ 320.000. Artinya, hanya perusahaan dengan penjualan kotor sebesar US$ 320.000 per tahun yang diwajibkan mendaftar PPN. Angka itu enam kali lebih tinggi daripada ambang batas rata-rata di negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di kisaran US$ 57.000 pada tahun 2022.

Kepala Ekonom Bank Dunia, Habib Rab menyebut, banyak langkah  yang dapat diambil Indonesia untuk memperluas basis pajak. Salah satunya dengan mengurangi ambang batas pajak.

“Ini diperlukan agar memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam sistem seperti PPN. Ambang batas di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara komparatif,” tutur Habib dalam The Launch of World Bank Indonesia Economic Prospects Report, June 2024 Edition, Senin (24/5). Survei Bank Dunia pada 2023 di Indonesia mengungkapkan hanya 0,3% perusahaan kecil yang saat ini membayar PPN.

Menanggapi usulan itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti menyebutkan pihaknya masih mempelajarinya. “Terkait penurunan batasan omzet pengusaha kena pajak masih dalam pembahasan internal Direktorat Jenderal Pajak,” kata dia, kemarin.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research, Wahyu Nuryanto menilai, penurunan batas PKP bisa berefek positif bagi penerimaan pajak. Tentunya basis pajak akan semakin besar. Namun pemerintah perlu mencermati efek yang mungkin timbul terhadap kegiatan ekonomi. Jika threshold PKP diperkecil, akan ada tambahan beban pajak bagi pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar yang selama ini tidak wajib PKP. 

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar juga berpendapat, ambang batas PKP saat ini sudah terlalu tinggi. 
Kata dia, ambang batas PKP yang terbilang tinggi berefek pada berkurangnya potensi penerimaan pajak hingga mendorong pengusaha melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).

Namun Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyarankan kepada pemerintah agar tidak memberlakukan penurunan batasan PKP. 

“Kondisi ekonomi saat ini masih diliputi ketidakpastian karena masalah geopolitik dan transisi pemerintahan baru. Selain itu, nilai tukar rupiah cenderung melemah,” ucap dia, kemarin. 

Sumber : Harian Kontan Selasa 25 Juni 2024 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only