Desakan ke pemerintah untuk membatalkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 mendatang, belum surut. Suara kontra muncul berpangkal pada kerisauan kenaikan itu akan makin menekan daya beli masyarakat yang telah lesu.
Agenda kenaikan tarif PPN menjadi 12% tercantum dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU ini menyebut tarif PPN akan naik dari 10% menjadi 11% pada April 2022 silam. Tarif lantas akan dikerek lagi menjadi 12% di awal 2025.
Satu celah untuk menganulir tarif PPN menjadi 12% dengan merevisi UU HPP. Dan, UU itu termasuk dari 178 RUU yang tercantum dalam usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Namun, pada akhirnya DPR hanya menyetujui 4 RUU yang masuk Prolegnas untuk tahun depan, dan UU HPP tidak termasuk didalamnya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyebut, selain revisi UU HPP, ada dua opsi lain yang bisa membatalkan pelaksanaan tarif PPN 12%.
Pertama, pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Sesuai Pasal 22 ayat (1) uud 1945, dalam hal tersebut kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan perppu.
Menurut Prianto, penggunaan perppu sangat ditentukan oleh kondisi dan kebutuhan yang bersifat mendesak. Merujuk ke perppu yang telah terbit, ada tiga aspek yang dianggap sebagai kegentingan yang memaksa. Pertama, ancaman yang membahayakan. Kedua, unsur kebutuhan yang mengharuskan. Ketiga, unsur keterbatasan waktu.
“Dari aspek kedua dan ketiga itu, perubahan tarif PPN menjadi 12% mulai 2025 dapat direvisi dengan perppu,” kata Prianto kemarin.
Opsi kedua, pemerintah mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait perubahan tarif PPN di 2025 bersama dengan pengajuan RUU Perubahan APBN 2025. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) UU HPP.
Sekarang ini, political will pemerintah masih ditunggu masyarakat,” tandasnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti mengatakan, kenaikan tarif PPN menjadi 12% dibarengi dengan kebijakan pendahulu. Hal ini, untuk memperkuat daya beli masyarakat serta memperhatikan pemenuhan kebutuhan barang konsumsi primer untuk orang banyak.
Sumber : Harian Kontan Rabu 20 November 2024, Halaman 2
Leave a Reply