UMKM Masih Butuh Insentif PPh Final 0,5%

Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) minta Kementerian Keuangan (Kemkeu) untuk memperpanjang insentif tarif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%. Langkah ini demi meringankan beban pajak UMKM di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit.

Pasalnya, wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, yang telah memanfaatkan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% sejak 2018, harus menggunakan skema tarif normal mulai tahun depan. Hal ini seuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

Berdasarkan Pasal 59 beleid tersebut, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% раling lama tujuh tahun untuk wajib pajak orang pribadi, empat tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, CV, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan tiga tahun untuk wajib pajak badan perseroan terbatas.

Misalnya, Tuan A sebagai wajib pajak orang pribadi terdaftar tahun 2015, maka ia bisa memakai fasilitas tarif PPh final 0,5% mulai 2018 hingga 2024. Sedangkan Tuan B terdaftar tahun 2020, maka ia bisa memanfaatkan tarif PPh final tersebut mulai 2020 hingga 2026 mendatang.

Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan, pihaknya sedang berkomunikasi dengan Kemkeu untuk mengusulkan perpanjangan insentif itu. “Kami akan mengajukan surat resmi dan kami akan melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Ke- uangan untuk mendorong perpanjangan ini,” ujar Maman di DPR belum lama ini.

Berdasarkan catatan KONTAN, ada sekitar 1,23 juta wajib pajak UMKM yang akan menggunakan tarif normal mulai 2025 atau membayar pajak sesuai ketentuan umum berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (PPh).

Kendati begitu, Maman menekankan pentingnya kesadaran kolektif di kalangan pengusaha UMKM. Menurut dia, pengusaha UMKM yang telah dianggap mampu harus mulai siap beralih dari kebijakan tersebut. Hal ini menjadi bagian dari upaya mendorong kemandirian ekonomi bagi pelaku usaha yang telah berkembang. “Bagi mereka (UMKM) yang sudah kami anggap mampu, sudah saatnya harus keluar juga dari kebijakan ini,” tambah dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang mengungkapkan rencananya untuk mengevaluasi kebijakan insentif PPh final dengan tarif 0,5% bagi UMKM. Menurut dia, skema PPh final itu tidak sepenuhnya adil untuk UMKM.

Pasalnya, dengan skema ini maka mengharuskan wajib pajak untuk membayar pajak berdasarkan omzet, bukan berdasarkan laba bersih yang sebenarnya. Artinya, beban pajak akibat skema PPh final UMKM akan terasa berat, terutama bagi usaha yang menanggung biaya tinggi.

“Ini tidak mencerminkan 100% keadilan. Bisa saja omzetnya Rp 600 juta, di atas setengah miliar, tapi dia cost-nya gede banget sehingga sebetulnya dia beroperasi berat, atau impas, atau rugi bahkan. Itu dia tetap harus bayar pajak, kan tidak adil,” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Hermawati Setyorinny menyambut baik rencana tersebut. Ia menilai, perpanjangan insentif itu diperlukan mengingat kondisi UMKM saat ini tidak baik.

Menurut dia, penjualan UMKM saat ini turun imbas tersaingi produk murah impor yang membanjiri Tanah Air. “Itu sangat dipengaruhi barang 1 impor yang banyak masuk. Apalagi tahun 2025 PPN 12%,” tutur Hermawati kepada KONTAN, Senin (25/11).

Ia juga keberatan jika insentif PPh final 0,5% tidak diperpanjang lagi. Sebab, saat ini UMKM juga terbebani oleh tarif QRIS sebesar 0,3% berlaku untuk transaksi dengan nominal lebih dari Rp 100.000. Belum lagi biaya lainnya seperti sertifikasi halal yang harus dipenuhi.

Sumber : Harian Kontan 26 November 2024 Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only