Tambah belanja, pemerintah pacu penerimaan pajak termasuk mengerek tarif PPN di 2025
Di tahun pertama berkuasa, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bakal memacu belanja untuk menyokong sederet program populisnya. Langkah ini demi mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi 8% per tahun.
Dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah Prabowo membidik pendapatan negara Rp 3.005,13 triliun. Target ini antara lain dicapai dengan mengerek pajak. Hingga kemarin, rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% awal 2025 belum berubah.
Mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 terbaru tentang Perincian APBN 2025 yang terbit pada 30 November 2024, pemerintah mengincar penerimaan PPN Rp 917,79 triliun. Angka ini naik 18,24% dibanding target dalam APBN 2024 yang senilai Rp 776,2 triliun.
Untuk memenuhi ambisi menggenjot ekonomi, pemerintah mematok belanja negara lebih tinggi ketimbang pendapatan, yakni Rp 3.621,31 triliun. Dalam pembahasan antara pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu, disepakati tujuh program quick win pemerintah dengan alokasi Rp 121 triliun, naik dari rencana sebelumnya Rp 113 triliun.
Anggaran itu paling banyak untuk program makan bergizi gratis (MBG) Rp 71 trilion, renovasi sekolah Rp 20 triliun, dan lumbung pangan senilai Rp 15 triliun.
Dari sisi belanja, pemerintahan Prabowo memang menambah signifikan jumlah kementerian dan lembaga (K/L), menteri dan wakil menteri. Belakangan Prabowo bahkan menginstruksikan agar menterinya “puasa” perjalanan dinas luar negeri.
Dengan memangkas dana perjalanan dinas hingga 50%, pemerintah bisa menghemat anggaran Rp 15 triliun. “Jika ‘puasa’ lima tahun, kita hemat US$ 1,5 miliar dari perjalanan saja,” tandas Prabowo saat membuka Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang, Rabu
Dari sisi pembiayaan, dengan target defisit anggaran Rp 616,19 triliun atau 2,53% dari produk domestik bruto (PDB), pemerintah bakal merilis surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 642,56 triliun. Angka itu menanjak 42,2% dibanding outlook tahun ini.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pe- simistis ekonomi Indonesia bisa keluar dari jebakan pertumbuhan ekonomi 5% yang telah berlangsung sejak lama.
Ia menilai, anggaran Prabowo tahun depan justru kontra- diktif dengan keinginan mendongkrak perekonomian.
Ada sejunlah catatan, pertama, pemerintah malah mengeruk pajak dari rakyat melalui kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Hal ini akan semakin menekan konsumsi rumah tangga. Padahal selama ini lebih dari 50% PDB ditopang konsumsi.
Kedua, penerbitan SBN tahun depan melonjak signifikan. Ini juga beresiko terhadap likuiditas perbankan. “Ini seperti berburu di kebun binatang sendiri. Padahal seharusnya likuiditas dijaga, ” kata Bhima, Rabu (4/12)
Bhima memprediksi, ekonomi Indonesia tahun pertama Prabowo masih sulit melampaui 5%. Proyeksi Celios, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 4,6% hingga 4,8%. Alhasil, ambisi mengejar ekonomi 8% sangat sulit.
Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, kenaikan tarif PPN menjadi 12% berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi 0,02%. Kenaikan PPN akan mengerek biaya produksi dan konsumsi sehingga memperlemah daya beli sehingga utilisasi dan penjualan melemah.
Akibatnya, penyerapan tenaga kerja menurun dan pendapatan menurun yang berakibat melemahkan konsumsi dan menghambat pemulihan ekonomi. “Akhirnya, pendapatan negara akan menurun,” ucap dia, kemarin.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga bilang, sulit bagi pemerintah mendorong perekonomian menjadi 8%. Belanja 2025 masih terbatas. Untuk menggenjot ekonomi, belanja pemerintah harus lebih tinggi dengan kebijakan belanja yang lebih efektif dan efisien.
Sumber: harian kontan, Kamis 5 Desember 2024 Hal 1
Leave a Reply