Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai menerapkan penghematan anggaran hingga Rp 306,69 triliun pada tahun ini. Tapi para ekonom menyebut, efisiensi anggaran ini berpotensi menekan penerimaan pajak, khususnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) badan.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menyebutkan dampak efisiensi anggaran pada penerimaan pajak bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, daya beli.
Ini lantaran ada kekhawatiran pemberhentian pegawai honorer. Kalau ini terjadi, Wahyu menyebut, daya beli akan turun. Otomatis, penerimaan PPN juga berkurang.
Kedua, dari sisi industri. Pemangkasan anggaran rapat dan seminar bisa mempengaruhi sektor perhotelan. Alhasil, penerimaan PPh Badan bisa berdampak.
Padahal pemerintah menargetkan penerimaan pajak di 2025 mencapai Rp 2.189,3 triliun. Selama ini, PPh serta PPN dan PPnBM memberi kontribusi paling besar dalam penerimaan pajak.
Tahun ini, pemerintah mematok penerimaan PPh Rp 1.209,3 triliun. Penerimaan PPN dan PPnBM dipatok Rp 945,1 triliun.
Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal Research Institute Ariawan Rachmat menambahkan, efisiensi anggaran berpotensi membuat banyak program pemerintah terpaksa ditangguhkan. Bisa jadi, proyek tersebut memiliki multiplier effect terhadap ekonomi, yang berdampak pada pemasukan PPN.
Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menyebut, belanja operasional seperti alat tulis kantor serta anggaran operasional juga berkontribusi ke PPN.
Ambil contoh, bila anggaran tersebut mencapai Rp 100 triliun, maka bisa menghasilkan penerimaan PPN Rp 11 triliun. “Pengalihan anggaran ke program makan bersama gratis menghilangkan potensi penerimaan pajak tersebut,” kata dia. Sementara program MBG tidak membawa penerimaan pajak besar.
Sumber: Harian kontan Senin 17 Februari 2025 Hal 1
Leave a Reply