Penerimaan pajak di sejumlah wilayah mengalami kontraksi pada Januari 2025
Langkah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) bakal berat untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini. Di awal tahun, penerimaan pajak merosot akibat berbagai sebab, mulai ekonomi yang melambat hingga permasalahan sistem administrasi Coretax.
Penurunan penerimaan terekam di sejumlah wilayah berdasar data dari situs resmi Ditjen Pajak. Pertama, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua, Papua Barat, dan Maluku (Kanwil DJP Papabrama) dengan realisasi pajak Januari 2025 sebesar Rp 485,59 miliar, terkontraksi signifikan mencapai 41,27% year-on-year (YoY)
Dalam penjelasan Ditjen Pajak, kontraksi terutama disebabkan setóran pajak penghasilan (PPh) yang turun 71,17% YoY, akibat implementasi Coretax yang menyebabkan pemusatan setoran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang ke pusat, terutama dari sektor pertambangan. Setoran pajak pertambahan nilai (PPN) pada kanwil itu, naik 18,67% YoY, karena belanja pemerintah atas barang dan jasa.
Kedua, penerimaan pajak di Jawa Timur mencapai Rp 19,05 triliun, turun 2,70% YoY. Penurunan ini dipengaruhi kebijakan pemusatan pembayaran dan administrasi wajib pajak cabang yang mengurangi penerimaan pajak di Jawa Timur, serta belum optimalnya Coretax.
Ketiga, Kantor Wilayah DJP Lampung dengan realisasi setoran pajak sebesar Rp 377,08 miliar, juga turun 21,42% YoY. Lantaran kontraksi penerimaan PPh yang mencapai 48% YoY, meski setoran PPN tumbuh 6,14% YoY.
Namun sejumlah wilayah mencatat kinerja positif. Misal, Kanwil DJP Jakarta Barat dengan realisasi pajak Rp 78,6 triliun, naik 21,8%.
Selain itu, Kanwil Wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara dengan realisasi penerimaan pajak Rp 2,01 triliun, naik 23,40% YoY. Lalu, Bengkulu dengan realisasi Rp 149,07 miliar, naik 11% YoY.
Berdasarkan informasi yang diterima KONTAN dari sumber yang enggan disebutkan namanya, bahwa penerimaan pajak Januari 2025 merosot Rp 70 triliun akibat persoalan Coretax. Hal ini menyebabkan pemerintah belum merilis data realisasi APBN 2025.
Penurunan penerimaan pajak akan merintangi upaya pemerintah mengejar target penerimaan pajak Rp 2.189,31 triliun, tumbuh 13,27%. Tahun 2024, penerimaan pajak tak capai target.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyebut, merosotnya penerimaan pajak karena kendala operasional Coretax DJP dan koreksi dari mekanisme Tarif Efektif Rata-rata (TER).
Dari sisi Coretax, masalah yang terjadi sejak awal tahun, berdampak pada administrasi pajak wajib pajak, terutama faktur pajak bukti potong. Walhasil, pelaporan hingga penyetoran pajak pun mengalami gangguan.
“Kecuali kalau Coretax berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi riil, tidak hanya administrasi saja. Hal ini bisa terjadi jika persoalan Coretax berlanjut,” kata Fajry kepada KONTAN, Kamis (6/3).
Fajry melihat kondisi makroekonomi yang masih menunjukkan pelemahan, turut berdampak pada penerimaan pajak. “Beberapa indikator ekonomi seperti penurunan penjualan kendaraan bermotor dan semen, sinyal aktivitas ekonomi mengalami perlambatan,” tandasnya.
Faktor ekonomi menjadi penentu utama kinerja penerimaan pajak. Jika ekonomi melambat, tax ratio cenderung ikut menurun. Demikian juga sebaliknya. “Kalau ekonomi kita bisa naik 5,7-5,8% untuk tahun ini, tax ratio, bisa naik ke 11%,” ujarnya.
Raden Agus Suparman, Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia juga mengatakan, penerimaan pajak akan terus melorot selama Coretax masih bermasalah.


Sumber : Harian Kontan 7 Maret 2025 Halaman 1
Leave a Reply