Ditjen Pajak ingin struktur dan skema TER menyederhanakan pemotongan PPh 21
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER) dalam perhitungan besaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 sejak 1 Januari 2024 lalu. Namun kini, otoritas tengah mengkaji penyempurnaan struktur tarif dan skema pemotongan pajak tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemkeu Dwi Astuti mengatakan, kajian terhadap TER dalam pemotongan PPh Pasal 21 masih dalam proses. “Diharapkan penyempurnaan struktur dan skema tersebut dapat mewujudkan prinsip kesederhanaan dalam pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21,” ujar Dwi, Senin (10/3).
Oleh karena itu, Dwi memastikan, skema TER masih akan tetap dijalankan sebagai penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, dengan adanya penyempurnaan yang akan dilakukan.
Adapun skema TER diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Lewat beleid tersebut, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak.
Nah, penghasilan teratur dan penghasilan tidak teratur yang diterima karyawan tidak dapat dipisahkan dalam perhitungan pajak. Karena itu, kedua jenis penghasilan tersebut dijumlahkan dan dikenai pemotongan sebesar tarif efektif rata-rata (TER).
Artinya, jika pegawai tetap menerima penghasilan tidak teratur, seperti THR dan bo-nus, dalam suatu masa pajak, penghasilan tersebut digabungkan ke dalam penghasilan bruto. Untuk menentukan PPh Pasal 21 terutang, penghasilan bruto dikalikan dengan TER bulanan, sesuai status PTKP dari pegawai yang menerima penghasilan.
Makin besar penghasilan yang diterima dalam satu bulan tertentu, makin tinggi pula pajak yang harus dipotong, karena dihitung berdasarkan penghasilan kumulatif.
Di bulan-bulan biasa, pemotongan PPh 21 dilakukan berdasarkan gaji tetap. Namun, ketika seorang karyawan menerima tambahan penghasilan, seperti bonus atau THR, penghasilan mereka dalam bulan tersebut melonjak, sehingga pemotongan pajak pun meningkat.
Tidak membebani
Ditjen Pajak memastikan p penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak akan menambah beban pajak, Sebab, TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hingga November.
Di masa pajak Desember, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari-November. Jadi, beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.
Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengatakan, berdasarkan pengalaman tahun lalu, banyak karyawan yang kaget karena pemotongan PPh Pasal 21 saat karyawan menerima THR cukup besar. Sebab, besarnya tarif TER akan tergantung besaran THR yang diterima.
Oleh karena itu, ia menilai pemotongan PPh 21 vang besar ini akan mengurangi daya beli masyarakat pada saat lebaran, lantaran THR yang diterima tidak utuh atau 100%. Ia menyarankan, lebih baik penghitungan pajak tersebut dikembalikan kepada cara penghitungan PPh 21 yang sebelumnya.
“Jika terjadi lebih potong, maka perusahaan harus mengembalikan ke karyawan. Padahal PPh 21 sudah disetorkan ke kas negara. Harusnya, karena sudah disetorkan ke kas negara, maka negara yang mengembalikan ke karyawan,” terang Raden.
Sumber : Harian Kontan 11 Maret 2025 Halaman 2
Leave a Reply