Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang sangat penting untuk mendukung pembangunan nasional.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, banyak negara yang mulai menerapkan sistem administrasi perpajakan berbasis digital yang dikenal dengan istilah Tax Administration 3.0.
Dalam konteks Indonesia, upaya untuk mewujudkan sistem ini memerlukan kesiapan yang matang dari berbagai sektor, mulai dari kebijakan pemerintah hingga infrastruktur teknologi
Pada era digital ini, sistem administrasi perpajakan dunia mengalami perubahan signifikan. Negara-negara berkembang dan maju berlomba-lomba mengimplementasikan sistem perpajakan berbasis teknologi untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak.
Di dunia internasional, konsep Tax Administration 3.0 berkembang untuk menggambarkan sistem administrasi pajak yang lebih canggih, yang mengintegrasikan teknologi informasi, otomatisasi, dan analitik untuk memudahkan pengumpulan pajak.
Tax Administration 3.0 adalah sistem administrasi pajak yang mengandalkan penggunaan teknologi tinggi seperti sistem informasi berbasis cloud, otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), dan analitik data untuk memproses informasi perpajakan secara lebih efisien dan transparan.
Berbeda dengan sistem sebelumnya, Tax Administration 3.0 mengintegrasikan berbagai platform untuk memberikan layanan perpajakan yang lebih cepat, mudah diakses, dan bebas dari manipulasi data.
Beberapa fitur utama dari Tax Administration 3.0 adalah, pertama, adanya otomatisasi dan digitalisasi yaitu proses administrasi pajak, mulai dari pendaftaran, pelaporan, hingga pembayaran pajak, dilakukan secara otomatis melalui sistem berbasis teknologi.
Kedua pemanfaatan data besar (big data) yang di dalamnya termasuk pengelolaan dan penggunaan data besar untuk memantau perilaku wajib pajak dan menganalisis kepatuhan pajak secara lebih efektif.
Ketiga, seiring semakin berkembangnya teknologi Artificial Intellegence (AI) saat ini, maka pemanfaatan kecerdasan buatan atau AIjuga dioptimalkan guna memproses informasi dan mengidentifikasi adanya potensi pelanggaran pajak secara lebih cepat.
Pengalaman negara lain
Beberapa negara di dunia telah berhasil mengimplementasikan sistem administrasi perpajakan digital dengan menggunakan teknologi canggih. Berikut adalah contoh dari beberapa negara yang dapat menjadi referensi dalam membangun Tax Administration 3.0 di Indonesia.
Dari benua Eropa,Estonia sering disebut sebagai negara yang paling maju dalam hal e-government dan administrasi pajak berbasis digital. Negara ini telah menerapkan sistem e-tax yang memungkinkan warga negara untuk melaporkan dan membayar pajak secara online.
Selain itu, Estonia menggunakan sistem identifikasi digital untuk memastikan keamanan dan transparansi proses perpajakan.Menurut laporan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), lebih dari 90 persen wajib pajak di Estonia mengakses layanan pajak secara elektronik, dan lebih dari 90 persen pengembalian pajak diproses otomatis, sehingga penggunaan sistem identifikasi digital dan platform pajak yang terintegrasi tersebut mempermudah akses bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Berikutnya adalahnegara tetangga di ASEAN yakniSingapura yang telah dikenal dengan sistem administrasi pajak yang sangat efisien dan berbasis teknologi tinggi. Otoritas Pajak Singapura (IRAS) telah mengembangkan platform myTax Portal yang memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar pajak secara online. Penggunaan teknologi dalam administrasi pajak di Singapura meningkatkan tingkat kepatuhan pajak sebesar 95 persen, yang mencerminkan keefektifan sistem digital dalam memperbaiki pengumpulan pajak.
Selanjutnya Belanda juga menjadi contoh sukses dalam implementasi administrasi pajak digital. Negara ini memanfaatkan teknologi untuk mengotomatisasi pengumpulan pajak dan mengurangi potensi kesalahan manusia. Di Belanda, lebih dari 99 persen pengembalian pajak diproses secara otomatis, dan sistem ini membantu mengurangi biaya administrasi pajak secara signifikan dan hal itu menjadi langkah inovatif untuk mengurangi biaya operasional administrasi pajak dan meningkatkan efisiensi.
Contoh terakhir adalah Australia yangtelah mengembangkan Australian Taxation Office (ATO) yang mengintegrasikan berbagai sistem digital untuk memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak. Sistem ini juga memungkinkan otoritas pajak untuk melakukan audit secara otomatis berdasarkan data yang masuk.ATO menggunakan sistem analitik untuk memantau dan meningkatkan kepatuhan pajak secara real-time, yang berkontribusi pada peningkatan efisiensi pengumpulan pajak di Australia, serta pemanfaatan teknologi analitik untuk mendeteksi potensi pelanggaran pajak secara dini.
Kesiapan Indonesia
Kesiapan Indonesia dalam membangun Tax Administration 3.0 bergantung pada beberapa faktor, seperti infrastruktur teknologi, kebijakan pemerintah, dan kesiapan sumber daya manusia.
Saat ini Indonesia telah memulai berbagai upaya digitalisasi administrasi pajak, masih ada tantangan yang perlu diatasi antara lain dalam hal infrastruktur teknologi, kebijakan pemerintah dan pengembangan sumber daya manusia.
Dalam hal infrastruktur teknologi, meskipun terdapat kemajuan dalam pengembangan sistem informasi perpajakan, masih ada kesenjangan dalam akses teknologi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu, kualitas infrastruktur jaringan internet di beberapa daerah masih terbatas, yang dapat menghambat implementasi sistem perpajakan berbasis teknologi.
Terkait kebijakan, ada hal yang perlu diperhatikan walaupunPemerintah Indonesia telah membuat langkah positif dengan memperkenalkan kebijakan perpajakan yang mendukung digitalisasi, seperti peluncuran e-Filing dan e-Billing. Masih diperlukan peraturan yang lebih terperinci dan dukungan yang lebih kuat untuk mendorong adopsi teknologi ini secara lebih luas.
Pengembangan SDM khususnyadalam hal keterampilan teknologi juga menjadi tantangan yang besar untuk di antisipasi risikonya. Hal ini dikarenakan penggunaan sistem berbasis teknologi memerlukan keahlian khusus, baik di pihak otoritas pajak maupun di kalangan wajib pajak itu sendiri.
Rekomendasi untuk Indonesia
Berdasarkan pengalaman negara-negara lain, ada beberapa rekomendasi yang dapat membantu Indonesia dalam membangun Tax Administration 3.0.
Peningkatan infrastruktur teknologi, dimana Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur teknologi, termasuk akses internet dan sistem server yang lebih baik, terutama di daerah-daerah terpencil.
Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, yaitu dalam hal ini menyediakan pelatihan intensif bagi pegawai pajak dan wajib pajak untuk memahami sistem digital yang baru.
Peraturan yang mendukung digitalisasi pajak berupa Percepatan dalam pembaruan kebijakan dan regulasi perpajakan yang memungkinkan adopsi teknologi dengan lebih cepat dan tanpa hambatan.
Kolaborasi dengan sektor swasta, dalam bentuk kolaborasi dan bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk mengembangkan platform pajak yang lebih efisien dan user-friendly.
Peningkatan keamanan data, yang meliputi kesiapan untuk mengembangkan sistem yang aman untuk melindungi data pribadi wajib pajak dan mencegah potensi kebocoran data.
Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun Tax Administration 3.0 dengan memanfaatkan teknologi canggih, namun terdapat tantangan yang harus dihadapi, seperti infrastruktur teknologi, kebijakan, dan pengembangan sumber daya manusia.
Mengambil pelajaran dari negara-negara yang telah sukses dalam implementasi sistem ini, Indonesia dapat meningkatkan kesiapan untuk membangun sistem administrasi perpajakan yang lebih efisien, transparan, dan berbasis teknologi.
Sumber : www.antaranews.com
Leave a Reply