Wacana pemben tukan Badan Penerimaan Negara (BPN) kembali bergulir. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan sudah menyusun struktur organisasi lembaga yang juga disebut Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN).
Ini terungkap dalam paparan mantan Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Bidang Perpajakan Edi Slamet Irianto, Rabu (11/6). Menurut Edi, BPN akan langsung ber-tanggungjawab ke Presiden.
BPN akan dipimpin seorang menteri negara atau Kepala BPN. Orang nomor satu di organisasi ini bakal didukung oleh dua wakil utama, yakni wakil kepala operasi dan wakil kepala urusan dalam.
Menariknya, sejumlah petinggi lembaga penegak hukum dimasukkan ke dalam keanggotaan Dewan Pengawas BPN. Di antaranya ada Panglima TNI, Kapolri, Kejaksaan Agung, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PРАТК).
Di bawah kepemimpinan Menteri/Kepala BPN dan wakilnya, terdapat beberapa unit eselon I yang bakal menjadi tulang punggung operasional BPN. BPN juga akan memiki enam deputi yang memiki tu gas berbeda-beda.
Dalam keterangannya, Edi menjelaskan, semula agenda 100 hari Kepala BPN mencakup rekrutmen pejabat eselon I, konsolidasi data nasional, serta pengamanan penerima an negara periode 2024-2025, yang dilakukan melalui reformasi pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Edi menegaskan pentingnya memisahkan fungsi penerimaan dan pengeluaran dalam pengelolaan keuangan di in-stitusi negara, pendidikan, maupun organisasi masyarakat. Pemisahan fungsi ini merupakan prinsip utama dalam membangun tata kelola keuangan yang bersih dan akuntabel. “Penerimaan negara harus diselamatkan dari ketergantungan pada utang. Tanpa reformasi, kita tak akan mampu membiayai program strategis seperti makan siang gratis dan penguatan sektor pangan,” kata Edi, kemarin.
Tetap mendukung
Tapi masih belum jelas, kapan lembaga ini akan diwujudkan. Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya keputusan pembentukan BPN kepada Presiden Prabowo Subianto.
Meskipun demikian, Misbakhun memastikan Komisi XI DPR RI memberikan dukungan penuh terhadap proses ini. “Posisi Komisi XI mendukung Apapun keputusan Presiden, kami harus mengamankan,” kata Misbakhun, Rabu (11/6).
Kendati begitu, sejumlah pihak menilai pembentukan BPN tidak akan langsung berefek positif pada penerimaan negara, terutama bila melihat kondisi saat ini.
Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta mewanti-wanti, pembentukan BPN tidak serta merta bisa meningkat penerimaan pajak, sepanjang masalah-masalah perpajakan belum terselesaikan.
Menurut Pino, masalah-masalah tersebut ada yang berasal dari pengaruh eksternal, ada juga dari internal Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak atau Ditjen Bea dan Cukai.
Jika hanya membentuk BPN menggantikan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai ibarat hanya ganti baju, padahal penyebab seretnya penerimaan tak ditangani, kata Pino, kemarin.
Ketua Umum ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan menegaskan, pembentukan BPN sejatinya merupakan langkah struktural yang mendesak, sekaligus menjadi tolak ukur komitmen Presiden terhadap janji kampanye reformasi fiskal.
Kita belum punya pemisahan antara bendahara negara dan kasir negara. Ini menciptakan konflik kepentingan, lemahnya pengawasan, dan akumulasi kekuasaan fiskal yang rawan penyalahgunaan,” ujar Rinto.
Rinto juga menyoroti, sistem perpajakan nasional saat ini tengah mengalami krisis kredibilitas. Utamanya, karena gangguan pada aplikasi Coretax membuat pelayanan dan pencatatan perpajakan terganggu. Kondisi tersebut semakin membuat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak melemah.
Rinto mengakui, BPN berpotensi meningkatkan penerimaan negara. Namun ada syaratnya, mulai dari penyederhanaan regulasi perpajakan hingga pembersihan oknum aparat pajak bandel. “Jangan hanya ganti baju institusi, tapi ubah juga wajah, nurani, dan integritas sistem perpajakan,” tegas Rinto
Sumber: Harian Kontan, Kamis 12 Juni 2025 Hal 1
Leave a Reply