Kenapa DJP Minta e-Commerce Pungut Pajak Penjual? Ini Alasannya

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkap tujuan dari rencana menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan tujuan dari kebijakan ini untuk memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

“Pada prinsipnya pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online. Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar tersebut, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan,” kata Rosmauli dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).

Selain itu, tujuannya untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan, baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit.

Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata.

“Tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru,” jelasnya.

Dengan ketentuan ini bukan berarti ada pengenaan pajak baru. Ketentuan ini hanya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.

“Rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk,” jelas Rosmauli.

Dalam hal ini Rosmauli menekankan UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp 500 juta tetap tidak dipungut pajak. Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini sesuai ketentuan yang berlaku.

“Saat ini peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap dan transparan kepada publik,” tegasnya.

Berdasarkan sumber Reuters, pemerintah akan mewajibkan platform e-commerce memungut pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual. Kriteria pedagang yang dikenakan pajak adalah mereka yang memiliki omzet di atas Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

Sumber: detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only