Pemungutan pajak akan diserahkan pada marketplace dengan ketentuan tertentu
Akhirnya pemerintah resmi merilis aturan yang memberi wewenang bagi pemilik e-commerce untuk memungut pajak penghasilan (PPh) dari pedagang daring. Aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang diundangkan Rabu (14/7), dan berlaku sejak tanggal diundangkan.
Seluruh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), baik dari dalam negeri maupun asing dititahkan memungut pajak. Syaratnya, menggunakan rekening eskro (escrow account) untuk menampung penghasilan dari pedagang. PPMSE juga harus memiliki pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan. Jumlahnya dipatok Kemenkeu..
Seperti sudah ditulis sebelumnya, nilai PPh dipatok 0,5% dari transaksi bruto penjual. Tapi, pelaku usaha orang pribadi dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun akan dikecualikan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Rosmauli menyebut, latar belakang penerbitan PMK ini didorong tingginya penggunaan layanan marketplace. Kondisi tersebut menciptakan ekosistem perdagangan berbasis digital yang terus tumbuh.
Dus, perlu aturan untuk memudahkan administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha yang bertransaksi di sistem elektronik.
Selain itu, aturan ini diharap menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha digital dan konvensional. Menurut Rosmauli, praktik perpajakan ini telah diterapkan di beberapa negara, seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki.
Marketplace juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada DJP Kementerian Keuangan. Rosmauli menegaskan, aturan ini bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian cara pemungutan pajak dari yang sebelumnya dilakukan secara manual, kini dengan sistem perdagangan digital.
Diberi waktu
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menjelaskan, implementasi kebijakan ini tidak dilakukan serentak, melainkan bertahap sesuai dengan kesiapan pelaku marketplace. “Tentunya harus komunikasi dengan para marketplace. Kami sudah undang beberapa marketplace besar,” beber dia, Senin (14/7).
Hestu menyebut akan memberikan waktu kepada marketplace untuk menyesuaikan sistem mereka dengan kebijakan ini, “Ketika mereka siap untuk implementasi, ya mungkin dalam sebulan, dua bulan, baru kami tetapkan dan tunjuk mereka sebagai pemungut PPMSE ini,” ujar dia.
Proses penunjukkan marketplace sebagai pemungut pajak akan dilakukan lewat Keputusan Dirjen Pajak, serupa dengan penunjukan pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri pada 2020.
Tapi Hestu memaparkan jika kriteria yang dipakai akan sama dengan perpajakan atas PMSE luar negeri. Misalnya, nilai transaksi melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan, atau jumlah trafik melebihi 12.000 setahun atau 1.000 sebulan.
Tapi untuk saat ini, DJP akan menunjuk marketplace besar atau memiliki jangkauan luas. Setelah itu, baru akan menyisir ke marketplace kecil. Namun, marketplace yang belum mencapai kriteria tersebut juga diperbolehkan untuk mengajukan diri secara sukarela agar bisa ditunjuk sebagai pemungut.
Dalam kesempatan yang sama Hestu, juga menegaskan jika ojek online (ojol), penjual pulsa dan kartu perdana, penjual emas perhiasan/emas batangan, hingga pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dikecualikan dari kebijakan.
“Penjualan pulsa dan kartu perdana tidak, karena ada regulasi khusus,” ujar dia.


Sumber : Harian Kontan 15 Juli 2025, Halaman 2
Leave a Reply