Istana Bantah Amplop Kondangan Dikenai Pajak

Pihak Istana membantah adanya isu pungutan pajak dari amplop kondangan atau hajatan.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga sudah memberikan keterangan.

“Direktorat Pajak kan sudah menjelaskan ya mengenai isu yang sedang ramai di publik bahwa akan ada pengenaan pajak terhadap sumbangan dari acara-acara pernikahan, tidak ada itu, belum,” ungkap Prasetyo, di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Sebagaimana diketahui, kabar soal pajak untuk amplop kondangan bermula dari pernyataan anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, saat rapat dengar pendapat bersama Danantara dan Kementerian BUMN di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Dia mengaku mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan memungut pajak dari amplop kondangan yang didapatkan masyarakat dari acara hajatan.

“Kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah, ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit,” kata Mufti.

Mufti menilai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat masif memungut pajak dari masyarakat sebagai upaya menambal defisit APBN akibat penerimaan negara yang berkurang karena dividen BUMN dialihkan ke BPI Danantara.

Pernyataan dari anggota dewan tersebut kemudian menuai beragam kritikan dan komentar dari warganet.

Menanggapi pernyataan tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rosmauli, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki rencana untuk mengenakan pajak terhadap amplop kondangan.

“Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Pajak maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” ujar Rosmauli, kepada Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

Menurut dia, pernyataan tersebut muncul akibat kesalahpahaman terhadap prinsip dasar perpajakan yang berlaku secara umum.

Ia menuturkan, tidak semua aktivitas bisa dikenakan pajak.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) memang diatur bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis, termasuk hadiah atau pemberian uang, dapat menjadi obyek pajak.

Kendati demikian, penerapannya tidak bisa dilakukan secara serta-merta dalam semua situasi.

“Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin, dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP,” ujar Rosmauli.

Sumber: kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only