Main Kripto? Begini Aturan Pajak Terbarunya dari Aspek PPh dan PPN

Kementerian Keuangan Kemenkeu) resmi menerbitkan peraturan baru mengenai perlakuan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu 30/7/2025.

Beleid baru yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 50/2025. Merujuk pada bagian pertimbangan, PMK 50/2025 diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi perpajakan atas aset kripto.

Merujuk pada Pasal 1 angka 15 PMK 50/2025, aset kripto kini didefinisikan sebagai:
“Representasi digital dari nilai yang dapat disimpan dan ditransfer menggunakan teknologi yang memungkinkan penggunaan buku besar terdistribusi seperti blockchain untuk memverifikasi transaksinya dan memastikan keamanan dan validitas informasi yang tersimpan, tidak dijamin oleh otoritas pusat seperti bank sentral tetapi diterbitkan oleh pihak swasta, dapat ditransaksikan, disimpan, dan dipindahkan atau dialihkan secara elektronik, dan dapat berupa koin digital, token, atau representasi aset lainnya yang mencakup aset kripto terdukung (backed crypto-asset) dan aset kripto tidak terdukung (unbacked crypto-asset)”.

Definisi dalam Pasal 1 angka 15 PMK 50/2025 tersebut serupa dengan definisi yang dimuat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan OJK No. 27/2024.

Mengenai perlakuan PPh atas penghasilan sehubungan dengan aset kripto, Pasal 10 PMK 50/2025 mengatur bahwa penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, PPMSE, atau penambang aset kripto merupakan penghasilan yang dikenai PPh.

Penjualan aset kripto dikenai PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 0,21%, lebih tinggi
dibandingkan dengan tarif sebelumnya sebesar 0,1%.

Sementara itu, penghasilan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik
PPMSE yang memfasilitasi transaksi aset kripto serta penghasilan penambang aset kripto merupakan objek pajak yang dikenai PPh berdasarkan tarif umum sesuai dengan UU PPh. Penghasilan yang diterima PPMSE dan penambang aset kripto ini wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Terkait dengan perlakuan PPN atas penyerahan aset kripto, Pasal 2 PMK 50/2025
menegaskan bahwa penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai PPN.

Namun, perlu dicatat, penyerahan jasa kena pajak JKP berupa jasa fasilitasi transaksi
aset kripto oleh PPMSE dan JKP berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto merupakan penyerahan yang dikenai PPN.

PPN atas jasa fasilitasi transaksi aset kripto harus dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh PPMSE yang sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak PKP. PPN yang terutang dihitung menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian sebagaimana diatur dalam PMK 131/2024.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai rencana menteri keuangan untuk
memperpanjang PPN DTP atas rumah sebesar 100% hingga Desember 2025. Lalu, ada juga bahasan terkait dengan family office, dampak penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Jasa Verifikasi Transaksi Aset Kripto Kena PPN 2,2 Persen
Sementara itu, PMK 50/2025 juga mengatur terkait dengan PPN atas jasa verifikasi
transaksi aset kripto wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penambang aset kripto yang telah dikukuhkan sebagai PKP.

PPN tersebut dipungut dan disetor dengan besaran tertentu, yaitu sebesar 20% dikali
11/12 dari tarif dalam Pasal 7 ayat 1 huruf b UU PPN. Dengan demikian, tarif efektif PPN yang berlaku atas jasa verifikasi aset kripto oleh penambang adalah sebesar 2,2%.

PMK 50/2025 dinyatakan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Namun, terkait dengan
pengenaan PPh menggunakan tarif umum atas penghasilan yang diterima penambang aset kripto, ketentuan tersebut dinyatakan baru berlaku sejak tahun pajak 2026.

Menkeu Revisi PMK agar PPN Rumah DTP Bisa 100% hingga Desember
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyetujui pemberian fasilitas PPN
ditanggung pemerintah DTP atas rumah tapak dan rusun sebesar 100% hingga
Desember 2025.

Sebagaimana diatur dalam PMK 13/2025, PPN DTP atas rumah sebesar 100% semestinya hanya diberikan pada Januari hingga Juni 2025. Namun, Sri Mulyani kini sedang menyusun revisi PMK 13/2025 yang akan menjadi payung hukum pemberian PPN rumah DTP 100% hingga akhir tahun.

“Insentif PPN DTP perumahan 100% kami sudah menyetujui, jadi sekarang sedang dalam proses untuk perubahan PMK untuk diperpanjang sampai dengan Desember,” katanya.

Terus Tertunda, Family Office Ditarget Bisa Terbentuk Tahun Ini
Ketua Dewan Ekonomi Nasional DEN Luhut Pandjaitan memastikan rencana pembentukan family office akan segera terealisasi.

Luhut mengatakan rencana pembentukan family office tinggal menunggu keputusan
Presiden Prabowo Subianto. Secara bersamaan, berbagai persiapan untuk pembentukannya juga terus berjalan.

“Kita lagi kejar terus. Kita harap bisa segera diputuskan Presiden,” katanya.

Merchant Kasih Data Bodong, Tanggung Jawab Bukan di Marketplace
Pedagang online (merchant) selaku wajib pajak berkewajiban menyerahkan data dan
informasi yang benar, termasuk mengenai peredaran bruto atau omzet yang diraup dalam setahun, kepada penyedia marketplace.

Fungsional Penyuluh Direktorat P2Humas DJP Timon Pieter mengatakan informasi tersebut akan dipakai penyedia marketplace untuk memotong dan memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima pedagang online. Namun, marketplace tidak bertanggung jawab apabila merchant memberikan data bodong.

“PMK 37/2025 sudah menjamin atau melindungi bahwa marketplace tidak bertanggung jawab atas kebenaran data yang diserahkan oleh merchant-nya. Jadi tanggung jawab kebenaran data itu ada di pedagang atau merchant,” ujarnya.

Harga Barang Berpotensi Naik karena Marketplace Jadi Pemungut Pajak
Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA menilai penunjukan penyelenggara marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam PMK 37/2025 berpotensi mengerek harga barang yang dijual di marketplace.

Wakil Ketua Umum idEA Budi Primawan mengatakan harga barang berpotensi mengalami kenaikan karena pedagang online dalam negeri bisa menafsirkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menambah biaya usaha.

“Kita enggak tahu ya seller akan menambah [harga] atau tidak, tapi bisa jadi, karena ada alasan, yaitu pengenaan pajak seperti ini jadi mereka [seller] tambah biayanya,” katanya.

Kesepakatan Tarif AS Jadi Momentum Percepat Deregulasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah akan menjadikan
kesepakatan perdagangan resiprokal dengan Amerika Serikat AS sebagai momentum
untuk mempercepat deregulasi kebijakan.

Sri Mulyani mengatakan langkah deregulasi dibutuhkan untuk menghilangkan semua
hambatan perdagangan dan investasi. Tak ketinggalan, dia menegaskan reformasi
perpajakan juga bakal terus berlanjut.

“Pemerintah akan terus melakukan reform perpajakan dan kepabeanan, termasuk opsi penyesuaian tarif,” katanya.

Ada Bank Bulion, Aturan Soal PPh Pasal 22 Emas Direvisi
Pemerintah menerbitkan PMK 52/2025 yang merevisi PMK 48/2023 s.t.d.d PMK 11/2025 mengenai pengenaan PPh dan PPN atas penjualan/penyerahan emas dan jasa yang terkait.

PMK 52/2025 kini turut mengatur perlakuan pajak atas kegiatan usaha bulion. Adapun terdapat 3 aspek perubahan dalam PMK 52//2025 tersebut.

“Ketentuan dalam PMK 48/2023 s.t.d.d PMK 11/2025 … belum cukup menampung
kebutuhan …, sehingga perlu dilakukan penyesuaian ketentuan dalam PMK tersebut,”
bunyi salah satu pertimbangan dalam PMK 52/2025.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only