Pendapatan Daerah Turun, Ekonom Soroti Lemahnya Basis Pajak

Kinerja pendapatan daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum optimal, dengan realisasi baru mencapai Rp 726,04 triliun atau 54,44% dari target per 22 Agustus 2025. Angka ini juga menunjukkan penurunan signifikan, yakni 11,96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, capaian ini mengindikasikan bahwa optimalisasi PAD masih terhambat. Salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya basis pajak dan retribusi di sejumlah daerah, serta ketergantungan pada dana transfer dari pemerintah pusat.

“Capaian ini juga mengindikasikan bahwa kinerja optimalisasi PAD masih tertahan, salah satunya akibat lemahnya basis pajak dan retribusi di sejumlah daerah, serta ketergantungan pada dana transfer dari pemerintah pusat,” tutur Josua saat dihubungi Investor Daily pada Rabu (27/8/2025).

Meskipun begitu, Josua menilai capaian 54,44% masih dalam batas wajar jika melihat pola historis. Biasanya, puncak penerimaan daerah terjadi pada kuartal IV saat pajak daerah dan transfer pusat cair lebih besar.

Dia menerangkan, secara matematis, target realisasi di atas 90% masih mungkin tercapai. Apalagi, pola penyerapan anggaran dan realisasi pendapatan menunjukkan percepatan biasanya signifikan pada Oktober–Desember. Transfer ke daerah, termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), juga banyak disalurkan di periode akhir tahun.

“Secara agregat target realisasi di atas 90% masih mungkin tercapai, tetapi tidak merata. Daerah dengan basis PAD lemah akan sulit mengejar, sementara daerah dengan dukungan fiskal kuat lebih berpeluang memenuhi target,” kata Josua.

Oleh karena itu, pemerintah daerah dapat membentuk Tim Percepatan Ekonomi dan melaksanakan sejumlah langkah konkret untuk meningkatkan PAD. Pertama, menjalankan digitalisasi pemungutan pajak/retribusi daerah agar lebih transparan dan menekan kebocoran. Kedua, melakukan optimalisasi aset daerah seperti tanah, gedung dan BUMD sebagai sumber pendapatan berkelanjutan.

Ketiga, menjalankan diversifikasi instrumen fiskal lokal, misalnya pungutan berbasis lingkungan atau pariwisata sesuai kewenangan dari Undang Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah tahun 2022. Keempat, menjalin kemitraan dengan swasta melalui skema KPBU atau investasi BUMD yang menghasilkan dividen.

Menurut Josua, setiap daerah memiliki sektor prioritas berbeda tetapi secara nasional beberapa sumber potensial PAD dapat dioptimalkan. Pertama, pajak kendaraan bermotor & bea balik nama, masih menjadi kontributor utama provinsi. Kedua, retribusi jasa lingkungan, pariwisata, dan transportasi publik di kota/kabupaten dengan basis wisata/urban besar.

Ketiga, sektor pertambangan dan migas di daerah penghasil melalui dana bagi hasil dan pungutan izin. Keempat yait sektor perizinan dan properti yang kini ditopang dengan regulasi standar harga satuan regional baru. Keempat, yaitu inovasi sektor ekonomi lokal, misalnya pengelolaan limbah, kawasan industri, dan layanan digital.

Sumber: investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only