Ditjen Pajak mencatat, realisasi penerimaan pajak neto per akhir Juli turun 5,29% yoy
Salah satu pekerjaan rumah utama yang harus diamankan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, adalah mengamankan penerimaan pajak. Pasalnya, hingga Juli 2025, setoran pajak masih terkontraksi.
Berdasarkan data yang dipaparkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, realisasi penerimaan pajak neto hingga akhir Juli 2025 tercatat Rp 990,01 triliun. Realisasi ini baru setara 45,2% dari target APBN 2025 dan turun 5,29% dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak Bimo Wijayanto mengatakan bahwa kondisi tersebut dipengaruhi oleh tingginya restitusi atau pengembalian pajak. Kendati begitu, ia mengklaim bahwa penerimaan pajak mulai tumbuh positif setiap bulannya.
“Karena restitusi cukup tinggi, itu (penerimaan pajak neto) Rp 990,01 triliun yang mana konsistensi tumbuh positif sejak Mei hingga Juli. Juli ke Agustus tumbuh slightly positif walaupun kondisi cukup sulit,” ujar Bimo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (10/9).
Secara rinci, penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan hingga akhir Juli 2025, mencapai Rp 174,47 triliun. Sayangnya realisasi ini mengalami penurunan 9,1% secara year on year (yoy).
Selain itu, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) tercatat Rp 350,62 triliun. Pajak konsumsi ini, bahkan masih terkontraksi dua digit mencapai 12,8% yoy.
Di sisi lain, penerimaan PPh Orang Pribadi telah terkumpul Rp 14,98 triliun atau meningkat 37,7 % yoy. Sementara itu, penerimaan dari pajak bumi bangunan (PBB) terkumpul Rp 12,53 triliun atau meningkat 129,7% yoy.
Implementasi coretax
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa menjaga kinerja penerimaan pajak tetap on track menjadi tugas Menkeu baru. “Buktikan jika kinerja penerimaan pajak kita sudah pulih dari kontraksi atau tumbuh positif dalam 100 hari ke depan,” ujar Fajry kepada KONTAN, Rabu (10/9).
Kendati begitu, ia mengingatkan bahwa pengumpulan penerimaan pajak tersebut tidak bisa dilakukan secara abusive atau agresif yang bisa merusak iklim dunia usaha.
Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan, langkah paling krusial yang harus dilakukan Purbaya adalah memastikan keberhasilan implementasi Coretax sebagai tulang punggung kepatuhan perpajakan.
“Coretax adalah backbone compliance yang harus menjadi perhatian utama dalam 100 hari kerja Menkeu baru,” ujar Ariawan.
Bila perlu, Purbaya bisa membentuk satuan tugas 24/7 antara Kemkeu, Ditjen Pajak, dan tim IT untuk menuntaskan persoalan bug hingga penguatan reguasi. Menurutnya, penting untuk memastikan sistem matching invoice berjalan optimal agar restitusi sesuai transaksi, mempercepat penyelesaian restitusi, mengurangi eror pada e-Faktur, sekaligus audit cepat terhadap sektor berisiko tinggi.
Tak hanya itu, Purbaya juga didorong untuk memperkuat interaksi dengan wajib pajak besar dan individu berpenghasilan tinggi atau high wealth individuals. Mengingat pajak yang berasal dari wajib pajak besar, berkontribusi terhadap 30% terhadap penerimaan nasional.
Sumber : Harian kontan, kamis 11 september 2025, hal 2
Leave a Reply