Target Penerimaan Negara 23% PDB Memungkinkan, Tapi dalam 5 Tahun

Target ambisius pemerintah untuk menaikkan rasio penerimaan negara hingga 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 dinilai tidak realistis tercapai dalam waktu singkat.

Kepala Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede, menegaskan bahwa target tersebut membutuhkan strategi jangka menengah dengan pendekatan multi-tahun yang terukur.

“Dengan baseline dua digit rendah, lompatan ke 23% tidak dapat ditempuh secara tahunan, melainkan butuh agenda multi-tahun,” ujar Josua saat dihubungi, Senin (6/10/2025).

Menurut Josua, target 23% baru realistis dikejar dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Secara bertahap, rasio penerimaan bisa naik dari baseline 12,36% menuju ±15-17% dalam 2-3 tahun, dan kemudian mengejar 20-23% dengan reformasi kebijakan menyeluruh.

Untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan ini, Josua memetakan empat strategi kunci yang harus dibenahi oleh pemerintah. Pertama, perbaikan administrasi dan konektivitas data.

Dalam hal ini, Josua menekankan pentingnya percepatan perbaikan sistem Coretax dan memperluas konektivitas data antarinstansi. Data yang harus terhubung mencakup Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Bea Cukai (DJBC), Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga keuangan, hingga platform digital. Langkah ini krusial untuk perluasan dan pendalaman basis pajak secara lebih akurat.

Kedua, pembenahan basis pajak dan kebijakan fiskal. Pemerintah perlu memperluas cakupan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan meninjau ulang pengecualian yang ada. Selain itu, diperlukan penguatan pemungutan cukai, serta penataan ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, terutama untuk kalangan berpenghasilan tinggi dan profesi jasa.

Selain itu, Josua juga menyoroti pentingnya pengelolaan pajak di sektor ekonomi digital dan penerapan pajak karbon secara bertahap dengan skema kompensasi yang adil.

Ketiga, diperlukan reformasi tata kelola PNBP dan dividen BUMN. Hal ini mencakup penetapan tarif PNBP berbasis jasa publik, pemanfaatan aset negara melalui asset monetization, dan penyusunan ulang kebijakan dividen agar kinerja BUMN lebih optimal.

“Ini selaras dengan arahan RKP soal reform pengelolaan PNBP dan optimalisasi dividen BUMN,” jelasnya.

Keempat, sinkronisasi fiskal di tingkat pusat-daerah dengan pemetaan sektor pajak per wilayah (tax mapping), serta penguatan kolaborasi kepatuhan (compliance cooperative). Hal ini bertujuan agar upaya ekstra penerimaan pusat tidak justru mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Keempat klaster ini, kata Josua, menjadi fondasi penting jika pemerintah serius ingin mengejar rasio penerimaan negara mendekati 23 % PDB dalam jangka menengah.

Sumber: investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only