ASET kripto memang fenomenal. Meski risikonya sangat tinggi karena tidak ada penjamin atau underlying asset, jumlah pengguna produk digital ini bertumbuh secara eksponensial. Pemerintah ataupun otoritas sistem pembayaran pun belum mengakui kripto sebagai mata uang yang bisa dipakai bertransaksi. Tapi penyedia platform perdagangan atau crypto exchange terus bermunculan serta menggaet jutaan pengguna, terutama kaum muda.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, total transaksi aset kripto pada Juni 2025 sebesar Rp 32,31 triliun. Pada periode tersebut ada 1.153 aset kripto yang dapat diperdagangkan. Dengan demikian, sepanjang Januari-Juni 2025, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp 224,11 triliun. Adapun jumlah pengguna aset kripto pada Juni 2025 tumbuh 5,18 persen secara bulanan dari 15,07 juta pada Mei menjadi 15,85 juta.
Sementara itu, laporan Chainalysis berjudul “2025 Geography of Cryptocurrency Report” menyebut Indonesia sebagai salah satu pasar kripto terbesar di kawasan Asia-Pasifik. Menurut riset tersebut, di Indonesia terjadi lonjakan adopsi aset digital tersebut atau on-chain value received sebesar 103 persen pada Juli 2024 hingga Juni 2025.
Volume dan nilai transaksi aset kripto bakal kian melejit setelah pemerintah menganulir pajak pertambahan nilainya. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025, pemerintah menghapus PPN setelah pengawasan kripto beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi ke OJK. Alasannya, dulu kripto diperlakukan sebagai komoditas sehingga terkena PPN, tapi sekarang statusnya setara dengan instrumen keuangan sehingga tata kelola perpajakannya berubah.

Instrumen keuangan. Inilah kata kunci yang ditunggu-tunggu oleh pelaku industri kripto, dari para penambang, penyelenggara exchange, hingga para penggunanya. Manakala diakui sebagai aset keuangan, kian terbuka pula peluang bagi produk digital seperti kripto untuk dipakai sebagai alat bayar. Memang aturannya belum ada. Namun, pada masa mendatang, bisa jadi ada perubahan regulasi, meski hal itu juga dibarengi dengan risiko besar. Lagi-lagi, kripto bukan aset yang aman untuk berinvestasi lantaran tak memiliki penjamin.
Kondisi ini pun membuka peluang bagi para pengelola crypto exchange untuk mengembangkan bisnisnya. Setelah ada pengakuan sebagai instrumen keuangan, pengelola bursa kripto bisa bekerja sama dengan bank atau perusahaan jasa keuangan lain, seperti sekuritas. Dengan formulasi tertentu, aset kripto pun bisa digunakan sebagai portofolio campuran reksa dana. Inilah yang akan menjadi motor pemicu pertumbuhan industri kripto selama beberapa tahun ke depan.
Kolaborasi menjadi salah satu strategi yang dijalankan oleh Yudhono Rawis, Chief Executive Officer Floq, platform transaksi kripto. Dia membidik bank, e-commerce, hingga pemain bisnis food and beverage sebagai mitra untuk mengembangkan transaksi aset kripto. Wawancara dengan Yudhono bisa Anda baca pada tulisan berjudul “Berani Bukan Berarti Menabrak Aturan”.
Sumber: tempo.co

WA only
Leave a Reply