Resmi! Pemerintah Bebaskan Pajak Pegawai Travel, Hotel hingga Restoran

Pemerintah resmi memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) atau pembebasan pajak karyawan yang bekerja di sektor pariwisata.

Pemberian insentif itu dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 72/2025 yang merupakan perubahan atas PMK 10/2025.

Kebijakan tersebut menambahkan sektor pariwisata sebagai penerima fasilitas fiskal PPh 21 DTP, di samping empat sektor padat karya yang sudah diatur sebelumnya, yakni alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit.

Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 5 PMK 72/2025, disebutkan bahwa pemberi kerja di bidang pariwisata kini termasuk dalam kategori yang berhak memanfaatkan insentif tersebut.

Adapun sektor pariwisata yang dimaksud mencakup hotel, vila, restoran, agen perjalanan, event organizer, taman rekreasi, hingga penyelenggara MICE sebagaimana tercantum dalam Lampiran II peraturan ini.

“Bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat, diperlukan dukungan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi 2025 untuk program akselerasi 2025, antara lain berupa perluasan pemberian fasilitas fiskal Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk sektor pariwisata,” tulis dasar pertimbangan beleid tersebut.

Adapun, karyawan yang mendapatkan fasilitas PPh 21 DTP ini yaitu mereka dengan maksimal penghasilan bruto Rp10 juta per bulan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b PMK 10/2025 (yang tidak diubah dalam PMK 72/2025).

Berdasarkan Pasal 4A, jangka waktu pemberian insentif berbeda antar sektor. Untuk industri alas kaki, tekstil, furnitur, serta kulit, PPh 21 DTP diberikan selama Masa Pajak Januari–Desember 2025. Sementara bagi sektor pariwisata, insentif berlaku mulai Masa Pajak Oktober—Desember 2025.

PPh 21 DTP sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan insentif yang wajib dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja kepada pegawai bersamaan dengan pembayaran penghasilan. Dalam Pasal 5 ayat (2), ditegaskan nilai pajak yang ditanggung pemerintah tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan kena pajak.

Dalam hal terjadi kelebihan pembayaran pajak, Pasal 5 ayat (5a) dan (6a) mengatur bahwa kelebihan PPh 21 yang tidak ditanggung pemerintah dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Pemberi kerja juga wajib menyusun kertas kerja penghitungan dan bukti pemotongan tambahan, serta menyampaikannya melalui saluran elektronik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (6b) dan (8).

PMK 72/2025 ditandatangani oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 20 Oktober 2025 dan diundangkan pada 28 Oktober 2025.

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” jelas Pasal II PMK 72/2025.

Sumber : ekonomi.bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only