Pajak karbon untuk ekonomi hijau NTB

Indonesia menghadapi tantangan besar akibat perubahan iklim yang menuntut pembangunan berkelanjutan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, pemerintah menetapkan ekonomi hijau sebagai salah satu misi utama demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Target besarnya adalah penurunan intensitas emisi gas rumah kaca hingga 93,5%.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP),
yang di dalamnya mengatur pajak karbon.

Instrumen fiskal ini dirancang untuk menginternalisasi biaya lingkungan sekaligus menjadi sumber pembiayaan bagi investasi hijau. Pajak karbon memiliki
peran ganda: menekan emisi dan menyediakan pendanaan bagi pembangunan rendah karbon.

Pajak karbon diberlakukan kepada pelaku usaha yang menghasilkan emisi. Sektor energi menjadi fokus utama karena ketergantungannya pada bahan bakar
fosil, seperti pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara.

Pengenaan pajak menggunakan tarif progresif agar pelaku usaha terdorong menurunkan emisi. Misalnya, jika sebuah PLTU menghasilkan 150.000 ton CO
dengan batas bebas pajak 100.000 ton, maka pajak dikenakan untuk selisih 50.000 ton. Dengan tarif Rp30 per kilogram CO, kewajiban pajak yang timbul mencapai Rp1.500.000.000.

Sumber : mataram.antaranews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only