Setoran Pajak Korporasi Tertekan Harga Komoditas

Banyak wajib pajak yang meminta diskon angsuran PPh Pasal 25 tahun ini

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) perlu bekerja keras menjaga penerimaan pajak tahun ini maupun tahun depan. Pasalnya, tren penurunan harga komoditas semakin menekan penerimaan negara. Akibatnya, tulang punggung kas negara itu tumbuh melambat.

Bahkan, dunia usaha mulai berbondong-berbondong mengajukan permohonan pengurangan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 alias pajak korporasi. Berdasarkan catatan Ditjen Pajak terkini, jumlah wajib pajak yang mengajukan permohonan diskon angsuran PPh 25 sejak awal tahun hingga 21 Agustus 2023 mencapai 2.541 wajib pajak.

Sejalan dengan kondisi ini, beberapa setoran pajak dari sektor komoditas melemah. Misalnya saja setoran dari PPh migas per akhir Juli 2023 mencapai Rp 45,31 triliun, terkontraksi 7,99% secara tahunan atau year on year (yoy) lantaran penurunan harga minyak mentah.

Sementara secara sektoral, penerimaan pajak dari sektor pertambangan hanya tumbuh 449% yoy, juga melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada periode Januari-Juli 2022, penerimaan sektor ini naik 263,7% yoy.

Secara umum, setoran pajak penghasilan (PPh) badan sampai akhir Juli 2023 yang mencapai Rp 288,37 triliun, tercatat hanya tumbuh 24,2% yoy, jauh melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh 132,4% yoy.

Setoran pajak dari sektor komoditas menempati posisi keempat.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemkeu Suryo Uromo tak menampik bahwa koreksi harga komoditas akan memengaruhi kinerja penerimaan pajak, khususnya PPh badan. Pasalnya, para pelaku usaha di sektor komoditas tersebut akan melakukan penyesuaian pembayaran angsuran PPh Pasal 25.

“Ini memang tidak bisa dihindari, memang harga komoditas dari waktu ke waktu mengalami penurunan dan ini akan memberikan dampak khususnya pada PPh badan,” kata dia, belum lama ini.

Ekstensifikasi pajak

Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan, memang para produsen komoditas menghadapi dua tekanan sekaligus, yaitu ancaman penurunan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama, yang kemudian ikut menyeret harga. Dalam situasi seperti itu, menurut Ronny, sedikit sulit untuk mencoba mencari celah menaikkan pajak dari ekspor komoditas. “Menaikkan pajak tentu semakin menyakiti para produsen. Sementara melonggarkan pajak justru menyempitkan pendapatan. Jalan terbaik untuk sementara tentu adalah dengan meluaskan pasar komoditas nasional,” terang dia kepada KONTAN, Senin (28/8).

Ronny bilang, pemerintah harus memilih langkah moderat alias tidak terlalu berambisi untuk mengerek pendapatan dari sektor yang sedang mengalami business cycle. Di sisi lain, pemerintah harus terus melakukan ekstensifikasi pajak ke sektor potensial yang sedang tumbuh dan intensifikasi objek pajak yang belum optimal tergarap selama ini.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyampaikan, setoran pajak dari sektor komoditas khususnya pertambangan menempati posisi keempat atau 11,8% dari total kontribusi penerimaan pajak sebesar Rp 1.109,10 triliun pada akhir Juli 2023.

Setoran pajak di sektor ini secara umum terdiri dari PPh Pasal 21, PPh 25/29, serta pajak pertambahan nilai (PPN). Ada pula penerimaan PBB-P3, hanya saja kontribusinya relatif tidak besar. Prianto menghitung, penerimaan pajak dari sektor pertambangan hanya akan mencapai Rp 202,72 triliun pada tahun ini.

Sumber : Harian Kontan Selasa 29 Agustus 2023 Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only