Realisasi Penerimaan Pajak Baru 31,38% dari Target

Realisasi penerimaan yang sampai akhir April 2024 sebesar Rp 624,19 triliun menunjukan bahwa penerimaan pajak baru mencapai 31,38% dari target. Pada tahun 2024 ini pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 2.309,9 triliun.

“Bila dilihat, kenaikannya per bulan mulai dari Rp 149,2 triliun pada Januari 2024, lalu Rp 269,02 triliun pada Februari 2024, Rp 393,31 pada Maret 2024 dan Rp 624,19 triliun pada April 2024, karena April adalah untuk pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) korporasi ,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) di Aula Mezzanine, Kantor Kementerian Keuangan pada Senin (27/5/2024).

Jika dirinci peneriman pajak sebesar Rp 624,19 triliun meliputi Pajak Penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 377 triliun; Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PpnBM) senilai Rp 218,5 triliun; Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp 3,87 triliun; serta PPh migas sebesar Rp 24,81 triliun. Penerimaan pajak mencatat sedikit perlambatan akibat penurunan signifikan harga komoditas pada tahun 2023 yang akibatnya baru dirasakan pada tahun ini . Di luar restitusi, penerimaan pajak bruto tumbuh 5,74%.

Dari semua komponen hanya PPN dan PPnBM yang mengalami pertumbuhan positif 5,93% secara tahunan sedangkan tiga komponen lainnya mengalami kontraksi. PPh non migas mengalami kontraksi 5,43% karena ada penurunan dari PPh tahunan.

“Terutama untuk korporasi atau badan, artinya perusahaan-perusahaan dengan harga komoditas turun terjadi penurunan profitabilitas sehingga kewajiban mereka membayar pajak juga mengalami penurunan terutama untuk sektor pertambangan komoditas,” kata Sri Mulyani.

Komponen PBB dan pajak lainnya mengalami kontraksi 22,59% karena tidak terulangnya pembayaran tagihan pajak pada tahun 2023. PPh migas mengalami kontraksi 23,24% secara tahunan.

“Penyebab PPh migas turun adalah lifting yang selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun,” tutur Sri Mulyani.

Dalam kesempatan yang sama Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pihaknya melakukan pengawasan di kewajiban pajak tahun berjalan, upaya penegakan hukum, hingga uji kepatuhan di tahun-tahun yang sudah lewat. Pengawasan pada tahun berjalan dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan harga komoditas yang dapat meningkatkan pajak terutang.

“Kami menggunakan data dan informasi yang kami kumpulkan selama ini, kami bersinergi dengan K/L, internal kementerian keuangan dan juga privat untuk mengumpulkan informasi termasuk diantaranya adalah data akses informasi perpajakan,” ucap Suryo.

Langkah ini dilakukan untuk menentukan wajib pajak yang akan diawasi ataupun melakukan uji kepatuhan secara konsisten. Pengawasan akan dijalankan secara berkelanjutan. Pengawasan dilakukan dengan melihat aktivitas wajib pajak yang dijalankan.

“Biasanya kami mengumpulkan data dan akan kita gunakan untuk menjalankan risk manajemen kita. Jadi CRM (Compliance Risk Management) muncul pada waktu kita menggunakan data dan informasi yang dikumpulkan,” terang Suryo.

Ke depan pihaknya terus melakukan penguatan dengan memperluas basis pajak . Petugas pajak juga melakukan ekstensifikasi wajib pajak aktif, wajib pajak baru dan intensifikasi wajib pajak.

“Intensifikasi yang selama ini belum ke record atau terlaporkan akan kita coba ambil agar mereka lapor dengan benar,” pungkas Suryo.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only