Generasi Z Terusik Kenaikan Tarif PPN 12%

Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 masih menuai polemik. Kebijakan tersebut dinilai akan menekan perekonomian Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bilang, hingga pekan lalu belum ada pembahasan penundaan PPN 12%. “Belum dibahas (penundaan PPN), ” ujar dia, Kamis (28/11).

Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan, rencana penerapan PPN 12% akan diundur. Ia bilang, sebelum mengerek PPN, pemerintah terlebih dulu akan mengucurkan bantuan sosial, termasuk subsidi listrik.

Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, kenaikan tarif PPN berpotensi memperberat daya beli masyarakat yang saat ini sudah melemah. Pada kuartal III 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,91% secara tahunan (yoy), bahkan menurun 0,48% secara kuartalan. Deflasi selama lima bulan berturut-turut (Mei-September 2024) serta penurunan omzet pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga 60%, mengutip laporan Bank BRI, menandakan lemahnya kondisi perekonomian masyarakat.

“Kenaikan tarif PPN hanya akan memperburuk situasi ini,” tulis Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira dalam laporan Celios bertajuk PPN 12%: Pukulan Telak Bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah, dikutip Minggu (1/2).

Celios menyebutkan, penerapan tarif PPN 12% berisiko menurunkan produk domestik bruto (PDB) hingga Rp 65,3 triliun. Juga memangkas konsumsi rumah tangga sebesar Rp 40,68 triliun.

Selain itu, kenaikan tarif PPN dinilai bisa meningkatkan pengeluaran pekerja sebesar Rp 357.000 per bulan. Bahkan kenaikan PPN menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp 101.880 per bulan.

Disisi lain, kelompok rentan miskin mengalami tambahan beban pengeluaran Rp 153.871 per bulan, mengancam kemampuan mereka untuk bertahan. Kelas menengah juga mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 354.293 perbulan.

Bahkan, kenaikan PPN 12% dapat memicu permasalahan sosial seperti tingkat penceraian karena alasan ekonomi, dan tekanan mental (mental health) bagi generasi Z.

Per tahun Gen Z harus membayar Rp 1,75 juta lebih mahal karena selisih tarif PPN dibandingkan tahun sebelumnya. Gen Z dari segi umur paling dirugikan dengan adanya kenaikan tarif PPN.

Daripada menaikkan PPN, Celios menyarankan pemerintah menambah penerimaan negara dengan tidak membebani masyarakat miskin, seperti menerapkan pajak kekayaan, pajak produksi barubara, pajak windfall komoditas, dari pajak karbon.

Sumber: Harian Kontan, Senin 2 Desember 2024, Hal 2.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only