Membidik Pajak dari Sektor Informal

Menilik dorongan Presiden Prabowo Subianto agar masyarakat memiliki rekening perbankan

Pemerintah ingin mengerek rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) alias tax ratio. Upaya yang akan ditempuh memang belum terang. Namun, memasukkan sektor informal ke dalam sistem ke-uangan jadi salah satu langkah awal yang akan dilakukan.

Pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan perintah Presiden Prabowo Subianto yang mengimbau masyarakat untuk memialiki rekening perbankan. Tujuannya guna mencapai keuangan yang inklusif.

Catatan Kemko Bidang Perekonomian, sampai dengan tahun 2023, masyarakat usia dewasa yang telah memiliki akun keuangan formal mencapai 76,3%. Sementara itu, persentase masyarakat usia dewasa yang telah menggunakan akun keuangan formal mencapai 88,7%.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, kebijakan tersebut bisa menjadi langkah untuk mengejar pajak dari sektor informal. Walaupun, hal terse-but belum cukup, lantaran dibutuhkan pula data transaksi nontunai, selain rekening bank milik masyarakat.

“Dengan begitu ada data dari pihak ketiga yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengejar potensi pene-rimaan pajak dari sektor informal,” ujar Fajry kepada KONTAN, Senin (24/3).

Namun, Fajry juga mewanti-wanti pemerintah, mengingat mayoritas pelaku usaha sektor informal tergolong dalam kategori usaha mikro dan kecil. Fajry, yang mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa dalam industri pengolahan, 93% usaha tergolong mikro, 6% tergolong kecil dan hanya 1% yang masuk kategori sedang atau besar.

“Saya takutkan jika yang akan pemerintah lakukan adalah mengincar kelompok mikro dan kecil. Isu ini sempat ada ketika debat pilprés kemarin,” kata Fajry.

Lebih lanjut, Fajry juga menyoroti kebijakan pajak yang dinilai tidak berkeadilan. Di satu sisi, pemerintah berencana mengenakan pajak pada sektor informal. Namun di sisi lain, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) berencana membentuk family office yang memungkinkan kelompok super kaya mendapatkan keringanan pajak.

Fajry juga menyoroti aspek feasibility dari kebijakan perpajakan. Menurut dia, pemungutan pajak memiliki batasan tertentu, terutama terkait dengan biaya administrasi dan kepatuhan yang harus diperhitungkan.

“Jangan sampai pemerintah ingin memasukkan semua ke dalam sistem, namun lupa jika biaya yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan penerimaannya,” kata Fajry.

Kesenjangan pajak

Konsultan Pajak Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menyambut baik gagasan Presiden Prabowo Subianto yang berencana mendorong seluruh masyarakat Indonesia memiliki rekening bank. Menurut dia, langkah ini dapat memberikan dampak positif bagi penerimaan pajak, lantaran transaksi tunai berisiko tidak terdeteksi baik oleh aparat penegak hukum (APH) maupun fiskus.

“Jika pemerintah dapat mendorong penggunaan rekening bank, ini akan memudahkan pemeriksaan oleh kantor pajak,” kata Raden, kemarin.

Raden menyoroti persoalan kesenjangan pajak (tax gap) di Indonesia, yang pada tahun 2019 diperkirakan sekitar 8,5% dari PDB Indonesia. Bila dihitung berdasarkan PDB 2024, nilainya Rp 1.882 triliun.

Jika pemerintahan Prabowo mampu menekan tax gap menjadi 4%, maka penerimaan pajak dapat meningkat sekitar Rp 996 triliun. “Untuk menekan tax gap tersebut, salah satunya dengan cara memasyarakatkan rekening bank,” terang Raden.

Sumber : Harian Kontan 25 Maret 2025 Halaman 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only