Realisasi penerimaan pajak pada kuartal I-2025 mencapai Rp 322,6 triliun, turun 18% tahunan
Tantangan pemerintah dalam menggenjot rasio pajak alis tax ratio kian kompleks. Meningkatnya tekanan global yang turut membayangi perekonomian dalam negeri, menjadi sebabnya.
International Monetary Fund (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,7% dari sebelumnya 5,1%. Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut juga berisiko menggerus pendapatan negara secara signifikan.
Pasalnya, dalam Anggaran Pendapatan Negara dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,2%. Sementara berdasarkan analisa sensitivitas APBN 2025 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap penurunan ekonomi 0,1% dapat menyebabkan pendapatan negara turun Rp 2,1 triliun.
Nah, jika merujuk pada proyeksi IMF, artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan meleset 0,3% dari target. Alhasil, pendapatan negara berisiko tergerus Rp 6,3 triliun pada tahun ini.
Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai reformasi perpajakan, termasuk digitalisasi sistem dan perluasan basis pajak. Sayang, hasilnya belum signifikan.
Angka tax ratio pada 2024 diperkirakan hanya 10,08%, turun dibanding 2023 yang mencapai 10,31% PDB. Sementara pada 2022, tax ratio RI tercatat sebesar 10,38%.
Sementara itu, dari data Kementerian Keuangan (Kem-keu), realisasi penerimaan pajak pada kuartal I-2025 mencapai Rp 322,6 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, maka angka tersebut terkontraksi 18,10%.
Menteri Keuangan Sri Muly-ani Indrawati mengungkapkan, pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dan meningkatkan tax ratio. Di antaranya membidik sektor-sektor ilegal yang selama ini belum terjamah secara optimal.
“Itu kami lakukan lewat berbagai kerjasama dengan kementerian dan lembaga, apakah itu sektor perikanan atau sektor pertambangan, termasuk illegal mining, illegal logging, illegal fishing, itu kita lakukan bersama-sama,” kata Menkeu, Kamis (24/4).
Sri Mulyani juga menekan kan pentingnya pemanfaatan teknologi digital dalam meningkatkan akurasi pencatat an transaksi ekonomi. Inisiatif ini dinilai dapat memberikan kepastian dalam pelaksanaan peraturan perpajakan, serta mempersempit ruang gerak aktivitas ekonomi ilegal yang merugikan negara
Semakin menurun
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyebut, kinerja penerimaan pajak Indonesia masih sangat bergantung pada perekonomian. “Secara historis, kalau pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan tahun lalu, maka penerimaan pajaknya akan turun lebih dalam. Alhasil tax ratio juga akan menurun,” ujar Fajry, kemarin.
Selain itu, lanjut Fajry, pemerintah perlu menjaga keuangan negara tetap sehat dan dikelola secara hati-hati. Selain efisiensi belanja, peme rintah perlu mendorong reformasi struktural dan deregulasi sebagai bentuk sokongan terhadap ekonomi.
Fajry menilai beberapa poin dalam laporan United States Trade Representative (USTR) sudah sejalan dengan langkah yang harus diambil. “Diharapkan ada hasil positif dari negosiasi tarif RI-AS sehingga kita punya akses pasar ke sana,” terang Fajry.
Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, menyebut, pemerintah perlu melakukan terobosan melalui tiga pendekatan. Pertama, pendekatan layanan dan kepercayaan, yaitu perlunya peningkatan kualitas pe-layanan Ditjen Pajak, yang akan berdampak terhadap meningkatnya kepercayaan wajib pajak.
Kedua, pengawasan yang lebih ketat. Ketiga, penegakan hukum dalam menghadapi temuan utang pajak tambahan yang tidak disetujui oleh wajib pajak.
Sumber : Harian Kontan 25 April 2025 Halaman 2

Leave a Reply