Setoran Pajak Kanwil LTO Masih Jauh dari Target

Realisasi penerimaan dari mayoritas jenis pajak utama mengalami kontraksi

Realisasi penerimaan yang berasal dari Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal (Ditjen) Wajib Pajak Besar alias Kanwil Large Tax Office (LTO) mencapai Rp 169,6 triliun secara neto hingga 30 April 2025. Angka ini baru setara dengan 23,08% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar Rp 734,714 triliun.

Kepala Kanwil Ditjen Pajak Wajib Pajak Besar Yunirwansyah menjelaskan, mayoritas jenis pajak utama mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2024. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh perubahan tax effective rate (TER), fluktuasi harga komoditas, meningkatnya jumlah Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), serta pemberian relaksasi pelaporan dan penyetoran SPT Masa PPN.

Dari sisi sektor usaha, meski beberapa sektor mengalami perlambatan, sejumlah sektor strategis justru mencatatkan pertumbuhan positif. Tercatat, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 6,77% secara tahunan, pengadaan listrik, gas dan uap tumbuh 20,98% secara tahunan, sektor pengangkutan dan pergudangan tumbuh 23,15% dan sektor konstruksi mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 141,54% secara tahunan.

Dari sisi sektor usaha utama, sejumlah sektor usaha utama mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, namun realisasi sejumlah sektor usaha menunjukkan pertumbuhan positif,” ujar Yunirwansyah dalam keterangannya, Selasa (27/5).

Perlu diketahui, Kanwil LTO hanya menanganin kelompok wajib pajak besar dan secara administratif mengelola hanya jenis pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Nah, secara khusus, administrasi LTO ini dibagi menjadi empat bagian.

Pertama, kantor pelayanan pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu yang berfungsi mengadministrasikan wajib pajak besar dari sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan, perbankan dan jasa keuangan. Kedua, KPP Wajib Pajak Besar Dua yang berfungsi mengadministrasikan wajib pajak besar dari sektor industri, perdagangan dan jasa.

Ketiga, KPP Wajib Pajak Besar Tiga yang berfungsi mengadministrasikan wajib pajak yang merupakan perusahaan negara (BUMN) sektor industri dan perdagangan. Keempat, KPP Wajib Pajak Besar Empat yang mengadministrasikan wajib pajak BUMN sektor jasa dan wajib pajak besar orang pribadi.

Perkuat Pengawasan

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengaku terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak dari kelompok wajib pajak yang masuk ke dalam lapisan tarif tertinggi PPh sebesar 35%.

Staf ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan, penguatan pengawasan menjadi kunci utama dalam memastikan kepatuhan dan akurasi pelaporan dari kelompok ini. “Kami mengawasi bahwa yang dilaporkan oleh wajib pajak itu adalah benar,” ujar Yon, Selasa (27/5).

Yon menyebut, perpajakan Indonesia menganut sistem inisiatif sendiri alias self assessment. Jadi, yang dilaporkan wajib pajak itu menjadi dasar perhitungan pajaknya.

Menurut Yon, pemerintah tidak dapat secara sepihak memaksa seseorang harus dikenakan tarif 35%, kecuali terdapat data yang valid akurat yang menunjukkan penghasilan wajib pajak memang berasa pada lapisan tersebut.

Oleh karena itu, pihaknya akan terus melakukan berbagai reformasi, termasuk penguatan basis data, pertukaran data dengan pihak internal pemerintah maupun automatic exchange of information (AEoI). Sementara, jika dari hasil pengawasan ditemukan beberapa penghasilan wajib pajak sebenarnya lebih tinggi dari yang dilaporkan, maka tindakan lanjut seperti pemeriksaan dapat dilakukan.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 30 Mei 2025 Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only