Pemerintah akan mewajibkan platform lokapasar (marketplace) untuk memungut pajak penghasilan pedagang yang berjualan di platform mereka. Rencana pemerintah ini bakal membutuhkan integrasi data pedagang hingga kesiapan sistem di masing-masing lokapasar.
”Sebenarnya, rencana pemerintah itu berkaitan dengan kewajiban wajib pajak menyetor pajak penghasilan (PPh). Pusat belanja luring atau pasar tidak dituntut mengumpulkan PPh para pedagangnya. Kalau semangat pemerintah adalah menegakkan kewajiban wajib pajak, kami mau bantu sosialisasi,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan, Senin (30/6/2025), di Jakarta.
Menurut dia, ada sejumlah tantangan untuk mengimplementasikan rencana pemerintah itu. Misalnya, integrasi data pedagang, isu keamanan data pribadi pedagang, dan isu kesiapan sistem di masing-masing lokapasar.
”Bisa dibilang rencana pemerintah itu akan berdampak ke pedagang di platform lokapasar. Penjual yang terkena pajak kemungkinan akan menaikkan harga jual barang atau akan lebih menggunakan sarana berjualan daring lainnya,” ucap Budi.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, saat dihubungi terpisah, mengatakan, rencana pemerintah itu sebenarnya pemungutan pajak PPh yang disederhanakan cara penyetoran. Penyelenggara platform lokapasar harus melakukan sinkronisasi data pedagang dari satu platform ke platform lainnya. Sebab, ada banyak pedagang yang mempunyai dua sampai tiga toko di platform berbeda.
Meski demikian, sejalan dengan Budi, Nailul mengkhawatirkan, rencana itu memicu pedagang daring untuk berpindah platform. Salah satunya adalah menuju media sosial yang tidak ada biaya admin tinggi dan pajak. Kepercayaan menjadi kunci sukses berjualan di media sosial. Sebab, salah satu kelemahan jual-beli di media sosial adalah penipuan. Platform media sosial cenderung tidak mempunyai kewenangan untuk menangani.
Mengacu data BPS, sebanyak 82,97 persen pelaku usaha e-dagang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 300 juta, 14,4 persen berpendapatan Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar, dan 2,42 persen berpenghasilan Rp 2,5 miliar-Rp 50 miliar. Hanya 0,21 persen yang mempunyai pendapatan lebih dari Rp 50 miliar.
”Saya rasa sebagian besar pedagang di platform e-dagang memiliki pendapatan di bawah Rp 500 juta. Artinya, potensi penerimaan negaranya kecil, tetapi yang pasti adalah harus ada kesetaraan peraturan antara pedagang luring dan daring,” ujar Nailul.
Terbit bulan depan
Sebelumnya, pekan lalu, ramai pemberitaan mengenai platform lokapasar akan ikut memungut PPh kepada pedagang daring yang berjualan di platformnya. Pemerintah Indonesia tengah menggodok aturan terkait hal itu. Berita ini pertama kali ditulis oleh Reuters.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menunjuk penyelenggara platform lokapasar sebagai pemungut PPh. DJP akan mewajibkan lokapasar untuk memungut PPh atas transaksi penjualan barang oleh pedagang yang berjualan di platformnya.
Rencana ketentuan itu bukanlah pengenaan pajak baru. Sebab, rencana itu pada dasarnya mengatur pergeseran dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang daring menjadi sistem pemungutan PPh yang dilakukan oleh lokapasar sebagai pihak yang ditunjuk.
PPh secara prinsip dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara daring.
Menurut sumber Reuters, dalam aturan baru nanti, platform lokapasar akan diminta untuk memotong dan meneruskan pembayaran pajak kepada otoritas pajak sebesar 0,5 persen dari pendapatan penjualan pelapak dengan omzet tahunan antara Rp 500 juta dan Rp 4,8 miliar.
ketentuan itu juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, sekaligus untuk menyamakan kedudukan dengan toko fisik. Aturan baru ini akan diumumkan secepatnya bulan depan.
Pada akhir 2018, Pemerintah Indonesia pernah mencoba memberlakukan ketentuan serupa. Caranya, mewajibkan semua lokapasar untuk membagikan data pedagang di platformnya, lalu membuat mereka membayar pajak atas pendapatan penjualan. Namun, upaya itu tidak berlanjut karena mendapat protes dari pelaku pasar.
Kali ini, bersamaan dengan ramainya pemberitaan pemerintah akan mewajibkan platform lokapasar akan ikut memungut PPh kepada pedagang daring, di media sosial, warganet yang di antaranya pedagang ikut membahas.
Ada yang mengatakan rencana pemerintah itu sudah fair, apalagi pedagang hanya dikenakan 0,5 persen pajak atas penghasilan di atas Rp 500 juta. Ada juga yang protes karena UMKM yang berjualan di lokapasar sekarang susah akibat tingginya biaya admin yang dibebankan oleh lokapasar.
Dari sisi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sekretaris Dewan Pertimbangan Apindo Suryadi Sasmita di beberapa pemberitaan nasional menyatakan mendukung rencana pemerintah itu. Pengenaan PPh final 0,5 persen bagi pedagang daring dan dipungut oleh lokapasar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
Berdasarkan laporan riset Momentum Works bertajuk ”Ecommerce in Southeast Asia 3.0” yang dirilis pada Rabu (25/6/2025), total nilai penjualan kotor (gross merchandise value/GMV) platform lokapasar Asia Tenggara tumbuh pada tingkat yang lebih lambat, yakni 12 persen tahun ke tahun pada tahun 2024. Kondisi ini dipengaruhi oleh upaya platform lokapasar yang fokus mengejar efisiensi, pengalaman pelanggan, dan pertumbuhan bisnis yang rasional.
Estimasi GMV yang dihitung oleh Momentum Works itu hanya mencakup transaksi di Shopee, Lazada, Tokopedia, TikTok Shop, Bukalapak, Tiki, Blibli, dan Amazon Singapura.
Kendati tingkat pertumbuhan GMV melambat, sebagian besar negara Asia Tenggara masih mencapai peningkatan persentase dua digit dari tahun ke tahun, seperti yang terjadi di Malaysia (naik 19,5 persen) dan Thailand (21,7 persen).
Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan GMV terendah, yakni hanya 5 persen dari tahun ke tahun. Kendati demikian, menurut laporan itu, Indonesia tetap menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara dengan menyumbang 44 persen dari GMV platform di kawasan tersebut pada 2024.
Sumber: kompas.id
Leave a Reply