Pemerintah memperkirakan defisit APBN 2025 akan melebar menjadi Rp 662 triliun dari target sebelumnya yang sebesar Rp 616,2 triliun. Oleh karena itu, pemerintah meminta persetujuan DPR agar dapat menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 85,6 triliun.
“Defisit totalnya di Rp 662 triliun menjadi 2,78% dari PDB agak lebih lebar dibandingkan APBN awal. Kami akan meminta persetujuan DPR Untuk menggunakan sisa anggaran lebih Rp 85,6 triliun sehingga kenaikan defisit itu tidak harus dibiayai semua dengan penerbitan surat utang,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR pada Selasa (1/7/2025).
Secara keseluruhan SAL pada tahun 2024 sebesar Rp 457,5 triliun. Dari jumlah tersebut akan digunakan sebesar Rp 85,6 triliun untuk penurunan penerbitan surat berharga negara kewajiban pemerintah/belanja prioritas dan pembiayaan defisit. Jika dilihat dari perbandingan defisit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), maka terjadi kenaikan dari 2,53% dari PDB menjadi 2,78% dari PDB.
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi penerimaan negara diperkirakan akan mencapai Rp 2.865,5 triliun atau 95,4% dari target penerimaan negara dalam pagu yang sebesar Rp 3.005,1 triliun. Sementara realisasi penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp 2.387,3 triliun atau 95,8% dari pagu yang sebesar Rp 2.490,9 triliun.
Perkiraan realisasi perpajakan sebesar Rp 2.387,3 triliun terbagi dalam penerimaan pajak sebesar Rp 2.076,9 triliun, serta penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 310,4 triliun.
“Penerimaan pajak diperkirakan akan mencapai Rp 2.706,9 triliun atau 94,9% dari target APBN Rp 2.789 triliun, karena penerapan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 12% batal diterapkan. Sedangkan kepabeanan dan cukai diperkirakan Rp 310,4 triliun atau 102,9% dari target APBN yang sebesar Rp 301,6 triliun,” tutur Sri Mulyani.

Pengumpulan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga diperkirakan hanya akan mencapai Rp 477,2 triliun atau 92,9% dari target PNBP yang sebesar Rp 513,6 triliun. Hal ini tidak terlepas dari beralihnya dividen BUMN dari PNBP ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia).
“Kami menargetkan PNBP-nya harus di Rp 477,2 triliun, artinya harus mencari recover sekitar Rp 30-40 triliun yang hilang dari Danantara melalui penerimaan lain,” terang Sri Mulyani.
Di sisi lain, belanja negara diperkirakan akan mencapai Rp 3.527,5 triliun atau 97,4% dari pagu APBN yang sebesar Rp 3.621,3 triliun. Realisasi belanja pemerintah pusat diperkirakan mencapai Rp 2.663,4 triliun atau 98,6% dari pagu yang sebesar Rp 2.701,4 triliun. Dalam hal ini, realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) diperkirakan mencapai Rp 1.275,6 triliun atau 109,96% dari pagu yang senilai Rp 1.160,1 triliun.
“Dana ini akan digunakan untuk mendukung program prioritas pembangunan seperti ketahanan pangan, ketahanan energi, makan bergizi gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, desa dan UMKM, pertahanan semesta, dan investasi,” tutur Sri Mulyani.
Di samping itu, realisasi belanja Non K/L diperkirakan hanya mencapai Rp 1.387,8 triliun atau 90% dari target Rp 1.541,4 triliun. Dana ini akan digunakan untuk menjaga stabilitas harga pangan dan daya beli masyarakat. Realisasi transfer ke daerah diperkirakan akan mencapai Rp 864,1 triliun atau 93,9% dari target dalam pagu yang sebesar Rp 919,9 triliun.
“Transfer ke daerah sebesar Rp864 triliun ini juga karena DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik yang kita ambil dalam rangka efisiensi Dan untuk prioritas baru Sehingga penyerapannya diperkirakan 93,9% dari Rp 919,9 triliun,” tegas Sri Mulyani.
Sumber: investor.id
Leave a Reply