Kementerian Keuangan memperkirakan shortfall penerimaan pajak tahun ini Rp 112,4 triliun
Penerimaan pajak pada tahun ini diperkirakan mencetak selisih dari target alias shortfall. Bahkan, shortfall tahun ini melebar dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu), realisasi penerimaan pajak pada semester I baru menyentuh Rp 831,3 triliun, sekitar 38% dari target. Melalui outlook pemerintah, penerimaan pajak akhir 2025 diperkirakan hanya mencapai Rp 2.076,9 triliun 94,9% dari target.
Artinya, ada potensi kekurangan penerimaan atau shortfall sebesar Rp 112,4 triliun dari target yang ditetapkan. Bahkan, shortfall ini melebar dibanding 2024 yang sebesar Rp 56 triliun.
Dari data perkiraan Kemkeu, hampir semua jenis pajak diprediksi tak mampu mencapai target. Terutama, anjloknya penerimaan pajak penghasilan (PPh).
Pertama, PPh migas yang ditargetkan Rp 62,8 triliun diperkirakan hanya akan mencapai Rp 54,1 triliun, setara 86,1% target. Kedua, PPh non migas yang ditargetkan sebesar Rp 1.146,4 triliun, diperkirakan hanya akan mencapai Rp 987,5 triliun hingga akhir tahun atau 86,2% dari target.
Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) juga menunjukkan tanda-tanda meleset. Dari target Rp 945,1 triliun, outlook di akhir tahun nanti hanya Rp 895,9 triliun atau 94,8%.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sumber tekanan utama berasal dari meningkatnya restitusi, terutama dari sektor komoditas ekspor seperti batu bara, yang menjadi pengurang setoran bersih ke kas negara.
Di sisi lain, saat terjadi tekanan pada tiga jenis pajak utama, kelompok pajak lainnya justru moncer. Dengan target hanya Rp 7,8 triliun, pemerintah memprediksi penerimaan pajak lainnya mencapai Rp 109,3 triliun atau 1.402,3% dari target. Begitu juga dengan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang diperkirakan mencapai Rp 30,1 triliun atau 110,9% dari target.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto bilang, pihaknya akan bekerja keras mengumpulkan penerimaan guna mengamankan target defisit APBN 2025. “Dan untuk menjaga antara keseimbangan belanja dengan penerimaan,” katanya.
PHK menekan pajak
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, melebarnya shortfall penerimaan pajak di tahun ini, salah satunya karena target penerimaan pajak tahun 2025 ditetapkan terlalu tinggi, karena keyakinan kenaikan tarif PPN jadi 12% dan Coretax.
Namun, seperti yang kita ketahui, kenaikan tarif PPN kemudian batal dilaksanakan. Sedangkan implementasi dari Coretax tidak berjalan dengan mulus,” kata Fajry kepada KONTAN, Rabu (2/7).
Ditambah, adanya pelemahan harga komoditas yang menekan PPh. Belum lagi, pasca adanya kebijakan tarif resiprokal, pertumbuhan ekonomi diramal hanya 4,7% dari target 5,2%. Dengan demikian, upaya mengejar target penerimaan pajak pun semakin sulit.
Raden Agus Suparman, Pengamat Pajak Botax Consulting Indonesia menyoroti tekanan pada penerimaan PPh. Menurutnya, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh maraknya pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan yang melakukan PPh juga berarti perusahaan sedang bangkrut atau setidaknya volume penjualan sedang menurun. “Penjualan menurun berarti pemungutan PPN juga menurun. Artinya, penerimaan PPN juga menurun,” tandas Raden.
Sumber: Harian Kontan, Kamis 3 Juli 2025 Hal 2
Leave a Reply