Para wajib pajak pemegang kripto harus bersiap. Mulai Agustus 2025, tarif pajak penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto naik.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) secara resmi mengerek tarif PPh final atas transaksi aset kripto menjadi 0,21% dari sebelumnya 0,1% hingga 0,2%. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Kenaikan tarif PPh ini berlaku untuk seluruh transaksi penjualan aset kripto yang dilakukan melalui platform digital (exchange) di Indonesia. Mekanisme pungut, setor, dan lapor, akan dilakukan oleh penyelenggara platform.
Meski tarif naik, beleid ini menetapkan bahwa PPh sifatnya tetap final. “Penghasilan sebagaimana dimaksud dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif 0,21% dari nilai transaksi aset kripto,” bunyi Pasal 12 ayat (1) beleid tersebut, dikutip Selasa (29/7).
Dalam aturan sebelumnya, yakni PMK 68/2022, tarif PPh final atas transaksi kripto ditetapkan 0,1% jika transaksi dilakukan melalui pedagang fisik aset kripto terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kemudian, sebesar 0,2% jika melalui pihak yang tidak terdaftar.
Dengan terbitnya beleid baru ini, tarif PPh diseragamkan menjadi 0,21%, menyesuaikan dengan perubahan pengawasan kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemerintah resmi menghapus pengenaan pajak pertambahan nilai aset kripto.
Di sisi lain, pemerintah resmi menghapus pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan aset kripto mulai bulan depan. Meski begitu, jasajasa yang mendukung perdagangan kripto tetap dikenai PPN. Ini termasuk exchanger untuk transaksi kripto, serta jasa verifikasi transaksi yang dilakukan oleh penambang aset kripto.
Besaran PPN yang dikenakan atas jasa platform digital dihitung 12% x 11/12 dari komisi atau imbalan yang diterima. Penambang kripto dikenai tarif PPN dengan skema besaran tertentu, yaitu 20% dari 11/12 tarif PPN, dikalikan dasar pengenaan pajak berupa penggantian. Artinya, penambang kripto membayar PPN sekitar 2,2% dari nilai penghasilan (seperti block reward).
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto sebelumnya mengatakan, aturan ini dibuat seiring dengan pergeseran status kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan di Indonesia. “Dulu kripto bagian dari komoditas, kemudian ketika dia beralih kepada financial instrument, maka aturannya harus kita adjust,” ujar Bimo pekan lalu.
Sumber : Harian Kontan 30 Juli 2025, Halaman 2
Leave a Reply