Realisasi penerimaan pajak memasuki semester II-2025 masih bergerak lambat. Pasalnya, capaiannya belum separuh dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Berdasarkan data yang diperoleh dari konferensi pers yang digelar Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Sidikalang secara daring, Rabu (13/8), penerimaan pajak nasional hingga akhir Juli 2025 terkumpul Rp 989,17 triliun. Realisasi ini baru setara 45,18% dari target sebesar Rp 2.189,3 triliun.
Secara neto, angka tersebut masih mengalami penurunan sebesar 5,37% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sayangnya, tak dijelaskan secara terperinci penyebab penerimaan yang masih terkontraksi tersebut.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) sendiri memperkirakan penerimaan pajak tahun ini akan mencatatkan selisih dari target alias shortfall. Dalam dokumen Laporan Semester I-2025, pemerintah memperkirakan penerimaan pajak hingga akhir tahun 2025 hanya mencapai Rp 2.076,9 triliun.
Ini sekitar 94,9% dari target APBN. Dengan demikian, shortfall penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 112,4 triliun, lebih tinggi dibanding shortfall tahun lalu yang sebesar Rp 56,48 triliun.
Ini dipengaruhi oleh tingginya restitusi pajak, pelemahan harga komoditas, serta penyesuaian kebijakan atas tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang hanya terbatas untuk barang mewah.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai menurunnya penerimaan pajak salah satunya disebabkan penurunan setoran pajak pertambahan nilai (PPN). Penurunan tersebut disebabkan oleh dampak dari pelaku usaha yang melakukan front loading aktivitas usahanya, sehingga membuat pajak masukan lebih besar dibanding pajak keluaran.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, rendahnya penerimaan pajak lebih disebabkan oleh persoalan fundamental di perekonomian. Menurut dia, pelemahan konsumsi rumah tangga secara rill sudah terjadi. Sektor industri yang menyumbang sekitar 30% dari total penerimaan pajak juga mengalami perlambatan.
Kondisi tersebut diperparah oleh penurunan harga komoditas ekspor yang selama ini menjadi penopang penerimaan negara. “Dari sisi teknis masalah pada sistem Coretax berpengaruh terhadap proses perpajakan,” ujar Bhima kepada KONTAN.
Sumber: Harian Kontan, Kamis 28 Agustus 2025 Hal 2

WA only
Leave a Reply