Outlook Pajak Shortfall, Purbaya Jamin Program Pemerintah Jalan Terus

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjamin program
pembangunan di Indonesia tetap dapat berjalan lancar meski penerimaan pajak, khususnya PPN dan PPnBM, meleset dari target. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (15/9/2025).

Purbaya mengeklaim pelaksanaan program pemerintahan bisa ditambal dengan
menggunakan pos APBN berupa saldo anggaran lebih (SAL). Pada akhir 2024, angka SAL mencapai Rp457 triliun.

“Let’s say itu [penerimaan pajak] di bawah target pun, tidak usah takut karena SAL cukup banyak. Jadi, Anda tidak usah takut pemerintah tidak punya uang untuk membangun,” katanya.

Meski demikian, Purbaya mengaku akan tetap menggenjot penerimaan pajak. Salah satu cara yang akan ditempuh ialah dengan menyuntikkan insentif.

Dia mengungkapkan pemerintah tengah menyusun kebijakan stimulus yang akan
digelontorkan kepada masyarakat hingga akhir 2025. Namun, dia tidak membeberkan insentif pajak apa saja yang akan masuk dalam paket stimulus tersebut.

Purbaya menilai penerimaan pajak dan perekonomian dalam negeri bisa sama-sama
tumbuh seiring dengan berjalannya program insentif ini.

“Nanti, kalau semua program ini jalan, saya yakin target-targetnya akan mencapai dan pertumbuhan ekonomi akan setinggi yang kita prediksi sebelumnya. Saya optimistis sekali,” tuturnya.

Perlu diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan penerimaan pajak tahun fiskal 2025 hanya terkumpul Rp2.076,9 triliun. Jumlah itu hanya 94,9% dari target dalam APBN 2025 yang dipatok senilai Rp2.189,3 triliun.

Kemenkeu memprediksi salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan pajak shortfall pada tahun ini ialah kebijakan PPN 12% yang tidak jadi diterapkan pada seluruh barang dan/atau jasa. Sebab, tarif PPN sebesar 12% hanya berlaku untuk barang mewah saja.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang penunjukan penyelenggara marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22. Kemudian, ada pembahasan soal usulan agar semua buku dibebaskan dari pengenaan PPN.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Ekonomi Tertekan, Setoran PPN/PPnBM Kontraksi 12,8%
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan PPN dan PPnBM sepanjang Januari-Juli 2025 baru senilai Rp350,62 triliun atau anjlok 12,8%. Setoran PPN dan PPnBM ini baru mencapai 37,1% dari target.

Purbaya pun menilai perekonomian nasional akan cenderung melambat pada kuartal
III/2025 sehingga memengaruhi kinerja penerimaan pajak konsumsi seperti PPN dan
PPnBM.

“Mungkin kuartal III/2025 agak lambat sedikit belanjanya, dan ekonomi agak melambat. Tapi saya yakin Oktober, November, Desember semua akan berbalik arah, termasuk PPN, PPnBM dan lain-lain mendekati target,” ujarnya.

Kapan Shopee Cs Mulai Pungut PPh Pasal 22? Ini Kata DJP
Ditjen Pajak (DJP) akan menerbitkan keputusan dirjen pajak yang memuat ketentuan dan daftar penyedia marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas
penghasilan yang diperoleh pedagang online.

Penyuluh Pajak Ahli Muda Kanwil DJP Jawa Barat III Yuliana Wisudawati mengatakan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025 memang sudah berlaku, tetapi pemungutan PPh Pasal 22 oleh penyedia marketplace belum terlaksana lantaran masih menunggu surat keputusan dirjen pajak.

“Jadi kita menunggu KEP penunjukan pihak lain. Kalau KEP sudah terbit, marketplace toko orange, hijau, biru, atau toko lain, barulah administrasi PMK 37/2025 berjalan. Tepatnya di bulan berikutnya karena dikasih waktu satu bulan untuk pengumpulan data tersebut,” ujarnya.

Agar Uang Beredar, Pemungutan Pajak Harus Dibarengi Percepatan Belanja
Purbaya berpandangan pemungutan pajak perlu dibarengi dengan percepatan belanja.

Bila pemungutan pajak tidak diimbangi dengan belanja, uang yang beredar dalam sistem perekonomian bakal menyusut karena dana yang dipungut justru tersimpan di Bank Indonesia (BI) dan tidak diedarkan lagi di masyarakat.

“Kalau dibelanjain lagi enggak apa-apa. Ini kan enggak, ditaruh sana dan santai-santai. Kering sistemnya,” ujarnya.

PPh Pasal 21 DTP Bakal Diperluas untuk Karyawan Hotel dan Restoran
Pemerintah berencana memperluas cakupan fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) kepada karyawan di sektor usaha hotel, restoran, dan kafe (horeka), dari yang saat ini hanya untuk karyawan di sektor padat karya.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perluasan cakupan fasilitas PPh Pasal 21 DTP menjadi bagian dari upaya pemerintah mendorong pertumbuhan sektor pariwisata.

“Terkait pajak ditanggung pemerintah yang sekarang sudah berjalan di industri padat
karya, kini didorong juga perluasan ke sektor lain: horeka,” ujarnya.

Lewat RUU Sistem Perbukuan, Anggota DPR Usul Semua Buku Bebas PPN
Ketua Komisi XIII Willy Aditya tengah mendorong revisi UU 3/2017 tentang Sistem
Perbukuan.

Willy mengatakan revisi diperlukan karena UU Sistem Perbukuan belum mampu menjawab tantangan dan perkembangan yang terjadi, termasuk soal mahalnya harga kertas dan beban pajak. Oleh karena itu, dia mengusulkan RUU Sistem Perbukuan turut mengatur pembebasan PPN atas penyerahan buku.

“PPN atas buku mesti dihapuskan. Bagaimana kita akan mencerdaskan bangsa ini jika
akses untuk menjadikannya cerdas malah dibuat mahal. Sudah saatnya akses-akses yang menunjang tumbuhnya peradaban luhur dari bangsa ini dibuka seluas-luasnya,” katanya.

Sumber : news.ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only