Waktu Semakin Mepet, Pajak Jauh dari Target

Waktu yang dimiliki pemerintah untuk mengejar setoran pajak makin sempit. Padahal, setoran yang harus dikumpulkan masih tergolong banyak, baik untuk mencapai target maupun outlook pajak tahun ini.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Sidikalang, realisasi penerimaan pajak nasional hingga November 2025 baru mencapai Rp 1.633,82 triliun. Angka tersebut terkontraksi 3,25% dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Realisasi tersebut baru setara dengan 74,62% dari target APBN sebesar Rp 2.189,3 trili-un. Sementara jika dibandingkan dengan outlook 2025 yang sebesar Rp 2.076,9 triliun, realisasinya baru mencapai sekitar 78,66%.

Berdasarkan kalkulasi KONTAN, pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sebesar Rp 555,48 triliun untuk mencapai target, atau setidaknya mengejar Rp 443,08 triliun untuk mencapai outlook di sisa satu bulan terakhir pada tahun ini.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui shortfall penerimaan pajak 2025 berpotensi melebar. Meski demikian, pemerintah berupaya agar penerimaan pajak yang berada di bawah target tidak membuat defisit APBN akhir tahun melebar dari outlook laporan semester 2025 sebesar 2,78% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Ada effort-effort untuk dua bulan terakhir ya. Jadi short fall melebar, tapi tidak melebar lebih parah,” ujar Purbaya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Senin (15/12).

Berbagai upaya juga telah dilakukan Direktorat Jenderal Ditjen) Pajak untuk meng-amankan penerimaan tahun ini. Termasuk, memanggil para wajib pajak tajir alias high wealth individual (HWI).

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto sebelumnya mengatakan, upaya pemanggilan wajib pajak tersebut dilakukan setelah pihaknya menemukan banyak ketidaksesuaian antara laporan Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan wajib pajak dengan data pembanding yang dimiliki pemerintah.

Namun, upaya tersebut disinyalir menjadi upaya pemerintah dalam melakukan ijon pajak, yaitu meminta wajib pajak untuk menyetor kewajiban perpajakannya pada tahun ini, meski terutang di tahun depan.

Tambah penerimaan

Bank Dunia (World Bank) menilai, pemerintah perlu mengadopsi strategi peneri-maan pajak yang lebih berani dan proaktif untuk menjaga keberlanjutan fiskal, seiring meningkatnya risiko shortfall pada 2026 hingga 2027. Dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospect Edisi Desember 2025, lembaga internasional ini menekankan pentingnya penguatan mobilisasi pendapatan melalui reformasi administrasi pajak dan digitalisasi.

Menurut World Bank, perlu asan layanan elektronik, peningkatan integrasi data, dan penyederhanaan prosedur pelaporan dapat menghasilkan tambahan penerimaan sekitar 1% dari PDB. Setidaknya, untuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) badan.

Lembaga ini juga menyoroti perlunya penyesuaian ambang batas PPN dan PPh badan yang saat ini lebih tinggi dibandingkan negara lain, serta perluasan basis PPh badan dengan menghapus tarif khusus, insentif tertentu dan pengurangan lainnya. Menurut Bank Dunia, langkah-langkah tersebut berpotensi menambah penerimaan hingga 1,5% dari PDB.

Reformasi lain yang disarankan adalah penerapan perlakuan pajak standar pada keuntungan modal (capital gains), yang tidak hanya efisien secara ekonomi tetapi juga mendukung pemerataan.

Sumber: Harian Kontan. Kamis 18 Desember 2025, Hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only