Sanksi Denda, Paska Insentif Tak Berjaya

Cara halus enggak juga mempan, pemerintah akhirnya mengambil sikap tegas. Menerapkan sanksi denda jadi pilihan pemerintah untuk memaksa eksportir yang bandel membawa pulang devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) ke tanah air.

Aturan mainnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 98 Tahun 2019 tentang Tarif atas Sanksi Administrasi Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan DHE dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Beleid ini berlaku mulai 1 Juli lalu.

“PMK ini kelanjutan dari keharusan para eksportir melakukan repatriasi devisa ke dalam negeri,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Produk turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2019 itu mewajibkan DHE SDA masuk ke dalam sistem keuangan Indonesia melalui penempatan ke dalam rekening khusus pada bank yang melakukan kegiatan usaha valuta asing. Penempatannya devisa ekspor ini paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.

Kalau tidak, sanksi denda sudah menunggu. Besarnya ialah 0,5% dari nilai DHE SDA yang belum eksportir tempatkan ke dalam rekening khusus. Devisa sumber daya alam ini berasal dari hasil barang ekspor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan.

Tapi, pemerintah masih berbaik hati. Eksportir boleh menggunakan DHE SDA yang mereka taruh pada rekening khusus tersebut. Dengan catatan, hanya untuk pembayaran bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, keuntungan atau dividen, serta keperluan lain dari penanam modal sesuai Pasal 8 Undang-Undang No.25/2007 tentang Penanaman Modal.

Pembayarannya pun harus lewat rekening penampung atawa escrow account. Karena itu, eksportir wajib membuat escrow account tersebut pada bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Bila sudah punya escrow account itu di luar negeri, maka mereka harus memindahkannya ke bank di dalam negeri.

Nah, jika memakai DHE SDA untuk pembayaran yang lain di luar ketentuan, eksportir bakal kena denda sebesar 0,25% dari nilai devisa ekspor yang mereka gunakan. Lalu, bagi yang tidak membuat escrow account atau tak memindahkan dari luar negeri ke bank di dalam negeri, ada sanksi berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.

Koordinasi BI-Bea Cukai

Sejatinya, sebelum menerapkan sanksi denda, pemerintah justru memberikan insentif bagi eksportir yang mau membawa pulang DHE SDA ke tanah air. Contoh, kalau eksportir menyimpan devisa dalam deposito rupiah berjangka satu bulan, pajak penghasilan (PPh) atas bunga hanya 7,5% dari semestinya 20%. Namun, jika menyimpan devisa dalam deposito berjangka 6 bulan atau lebih, maka bebas pajak alias 0%.

Cuma, cara itu enggak mempan-mempan amat. Masih banyak eksportir yang tidak menempatkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan negara kita, sekalipun ini merupakan kewajiban sejak 1 Januari 2019.

Pengawasan atas pelaksanaan PMK No.98/2019 melibatkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI). Bank sentral bertugas memeriksa dan menghitung kepatuhan para eksportir dalam menempatkan DHE SDA.

Deni Surjantoro, Kepala Subdirektorat Humas Ditjen Bea Cukai, mengatakan, kelak BI akan menyampaikan hasil pemeriksaan dan penghitungan tersebut kepada instansinya. “Sanksi dikenakan kepada yang melanggar,” kata Deni.

Untuk itu, BI menerima penetapan jenis komoditas ekspor SDA melalui daftar klasifikasi sesuai kode harmonized system (HS). Ini jadi modal awal bagi bank sentral untuk memeriksa dan menghitung realisasi dari DHE SDA yang masuk ke dalam negeri.” Tapi, butuh waktu untuk memilah DHE SDA dan non-SDA dari seluruh bank, “ ujar Yati Kurniati, Direktur Eksekutif Statistik BI.

Dan, lantaran baru berlaku 1 Juli lalu, belum kelihatan siapa saja eksportir yang melanggar ketentuan tersebut. Deni bilang, Ditjen Bea Cukai butuh waktu tiga sampai sembilan bulan untuk mencocokkan data devisa hasil ekspor dari BI. “Mungkin sekitar Januari tahun depan akan ada pencocokan data DHE,” ungkap Deni.

Namun, Deni memastikan, koordinasi antara Ditjen Bea Cukai dengan BI bakal berjalan baik. Pasalnya, Ditjen Bea Cukai sering melakukan pertemuan dengan BI terkait DHE SDA. “BI, kan, memberikan data ke kami juga,” tambahnya.

Yang jelas, walau kewajiban penyimpanan DHE SDA sudah berlaku sejak awal tahun, Yati mengungkapkan, belum ada eksportir yang membuka rekening khusus. Sebab, aturan teknis dari Kementerian Keuangan belum seluruhnya terbit, termasuk mengenai klasifikasi komoditas ekspor SDA.

Toh, Yati menegaskan, itu bukan berarti belum ada DHE SDA yang masuk sama sekali sejak awal tahun. Devisa tetap masuk hanya saja BI belum memilah berdasarkan HS komoditas. “ Monitoring kami lakukan berdasarkan nomor PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) antara nilai yang tercantum di dokumen PEB dengan devisa masuk ke bank per PEB. Setiap PEB bisa terdiri dari banyak HS, bercampur antara SDA dan non-SDA,” terang Yati.

Biar tidak ada lagi yang membandel, Deni menuturkan, Ditjen Be Cukai bakal melakukan sosialisasi kepada eksportir tentang aturan sanksi SHE SDA. Kalau tetap membandel, Ditjen Bea Cukai tidak segan menjatuhkan sanksi.

Kelak, kepala kantor pabean melakukan perhitungan denda dengan mengacu pada hasil pengawasan BI yang menunjukkan ada pelanggaran. Setelah itu, kepala kantor pabean mengeluarkan surat tagihan ke eksportir hingga tiga kali.

Bila dalam tempo 30 hari terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga terbit eksportir tidak juga membayar denda, maka Ditjen Bea Cukai mengeluarkan surat penyerahan tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bukan Cuma itu, Ditjen Bea Cukai mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.

Tidak keberatan

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), menyambut baik ketentuan sanksi itu. Ia memastikan, sebagian eksportir tidak keberatan dengan aturan tersebut karena mereka sudah sejak lama patuh dengan kewajiban DHE.

Menurut Hendra, ada sekitar 90 eksportir yang menjadi anggota APBI. Tapi, ada ratusan perusahaan yang mengekspor  batubara. Untuk jumlah perusahaan yang sudah membawa pulang DHE, dia terus terang tidak tahu angkanya. “ Karena saat ditanyakan, banyak yang tak merespon,” imbuhnya.

Kalau ada eksportir yang belum membawa pulang DHE, Hendra menyebutkan, karena skema perdagangannya berbeda dengan perusahaan yang patuh menjalankan kewajiban tersebut. Misalnya, perusahaan itu menjual produk ke pembeli atau off-taker di luar negeri. Tentu, ada perjanjian finansial. Biasanya pembeli atau off-taker yang menentukan transaksi lewat bank mana. Karena pembeli atau off-taker dari luar negeri otomatis uangnya ditaruh di bank luar negeri.

Nah, untuk eksportir yang memakai skema tersebut, aturan sanksi DHE SDA bisa menjadi beban buat mereka. “Ada potensi tambahan beban, misalnya, mereka jadi harus negosiasi ulang. Kalau off-taker atau buyer-nya mau, ya, engga masalah,” kata Hendra.

Tapi, kalaupun mau, selisih kurs menjadi beban eksportir. “ Si perusahaan pasti, kan, enggak mau rugi, dong. Nah, ini membuat kesepakatan dan negosiasi jadi terganggu dan terhambat,” sebut Hendra.

Solusinya, Hendra menuturkan, ada di insentif berupa pengurangan hingga pembebasan pajak atas bunga deposito. Seharusnya, untuk mendapatkan insentif itu, eksportir tidak perlu lama-lama menyimpan DHE di bank. Soalnya, banyak kebutuhan yang harus mereka biayai dengan uang tersebut.

Kemudian, yang juga bisa menjadi daya tarik lainnya adalah, pemerintah mendorong perbankan memberikan kredit yang kompetitif ke sektor pertambangan. Sampai saat ini penyaluran kredit ke sektor tambang masih rendah.

Yang tidak kalah penting, jangan sampai aturan sanksi ini menjadi disinsentif  yang menghambat ekspor batubara kita di tengah keinginan meningkatkan ekspor. “ Batubara salah satu komoditas ekspor utama di tengah perlambatan ekonomi global,” ujar Hendra.

Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), menilai, langkah pemerintah menjatuhkan sanksi bagi eksportir yang tidak membawa pulang DHE SDA sangat tepat. “Industri sawit harus berterimakasih kepada Bumi Indonesia yang telah menumbuh -kembangkan mereka. Cara berterimakasih, ya, bayar pajak dan memasukkan DHE sawit ke dalam negeri,” katanya.

Tampaknya, sanksi denda masih belum cukup.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only