Skenario Terburuk Ekonomi RI Dinilai Bikin Pemerintah Lebih Hati-Hati

Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal berada di kisaran 2,3 persen, bahkan skenario terburuknya bisa menyentuh negatif 0,4 persen. Ini bisa terjadi jika pandemi virus corona terus berlangsung dalam jangka panjang.

Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah mengapresiasi langkah pemerintah yang sudah menyiapkan skenario terburuknya dalam asumsi makro ekonomi Indonesia 2020. Menurutnya, keputusan itu menjadi lampu kuning agar pemerintah lebih berhati-hati supaya tidak masuk dalam skenario tersebut.

“Ini artinya pemerintah akan menyerahkan semua daya agar skenario terburuk itu tidak terjadi,” kata dia saat dihubungi merdeka.com, Kamis (2/4).

Piter memandang pertumbuhan ekonomi dalam skenario terburuk yang disampaikan oleh pemerintah masih relatif baik. Sebab CORE sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi terburuk bisa mencapai minus 2 persen.

“Ini terjadi apabila penanganan wabah corona tidak efektif dan berlangsung hingga akhir tahun,” kata dia.

Dia pun memahami pemerintah saat ini telah bergerak cepat mengambil kebijakan untuk memperlebar defisit. Pelebaran defisit itu dilakukan mengingat stimulus yang dikeluarkan pemerintah untuk penanganan virus corona mencapai Rp450 triliun.

“Ada sense of crisis. Kita berharap dengan adanya sense of crisis pemerintah bisa memaksimalkan berbagai kebijakan dan kita bisa selamat dari skenario terburuk,” kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal berada di kisaran 2,3 persen, bahkan skenario terburuknya bisa menyentuh negatif 0,4 persen. Ini bisa terjadi jika pandemi virus corona terus berlangsung dalam jangka panjang, sehingga menghantam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kami, Bank Indonesia, LPS, OJK memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun 2,3 persen bahkan bisa negatif 0,4 persen,” kata menteri Sri Mulyani dalam video conference di Jakarta, Rabu (1/4).

Dia menjelaskan, penyebaran virus corona yang masif di Indonesia membuat penurunan pada kegiatan ekonomi. Itu terjadi pada berbagai sektor lembaga keuangan di Indonesia seperti perbankan hingga konsumsi rumah tangga yang menurun.

“Konsumsi rumah tangga turun, bisa mencapai 2,60 persen, investasi juga turun” imbuhnya.

Di sektor konsumsi rumah tangga terjadi ancaman kehilangan pendapatan masyarakat karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terutama rumah tangga miskin dan rentan serta sektor informal.

Kemudian, penurunan lainnya juga terjadi pada UMKM. Pelaku usaha ini tidak dapat melakukan kegiatan usahanya sehingga terganggu kemampuan memenuhi kewajiban kredit. “Sehingga kondisi itu membuat NPL kredit perbankan untuk UMKM dapat meningkat secara signifikan. Sehingga berpotensi semakin memperburuk kondisi perekonomian,” katanya.

Sumber: merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only