Pemerintah Anggarkan Rp 16,7 T untuk Dukung Ekonomi Berkelanjutan

Pemerintah menganggarkan Rp 16,7 triliun dalam APBN 2021 untuk dengan mendukung pembangunan berkelanjutan dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. 

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan, dana itu belum termasuk anggaran lainnya yang terkait dengan aspek penjagaan lingkungan. “Jadi kalau dikatakan APBN tidak mendukung penghijauan itu salah,” kata Arif dalam webinar ‘Evaluasi Setahun Jokowi Bidang Ekonomi dan Lingkungan: Transformasi atau Kemunduran?’, Jumat (13/11).

Selain dari alokasi anggaran, Arif menyebut terdapat pula optimalisasi penerimaan pajak untuk mendorong usaha perbaikan kualitas lingkungan. Salah satunya, melalui perluasan basis pajak barang kena cukai baru, seperti kantong plastik.

Dia menyebut anggaran perbaikan kualitas lingkungan hidup dikucurkan untuk mendorong dua prioritas nasional dalam rencana kerja pemerintah 2021. Pertama, membangun lingkungan hidup serta meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim. Dalam mencapai prioritas tersebut, pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran secara terintegrasi akan dilakukan melalui penguatan kelembagaan dan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup.

“Ini termasuk penanganan limbah medis akibat Covid-19,” ujar dia.

Kedua, memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Prioritas tersebut terdiri dari penguatan ketahanan sistem pangan berkelanjutan, penyediaan energi baru dan terbarukan serta konservasi, penguatan daya saing industri dan pariwisata, serta dukungan perluasan investasi.

Direktur Riset Institute For Development of Economics and Finance Berly Martawardaya menjelaskan, resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19 sebenarnya memberikan banyak peluang. Salah satunya, transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Ia menilai pembangunan ekonomi hijau saat ini sangat diperlukan. Ini juga seiring dengan tren stimulus ekonomi di berbagai negara yang saat ini semakin mendukung ekonomi berkelanjutan. 

Dia mencontohkan, proporsi stimulus hijau Korea Selatan saat ini mencapai di atas 50%. “Namun di negara lain cukup rendah. Stimulus pandemi di Indonesia juga rendah kadar hijaunya,” kata Berly dalam kesempatan yuang sama.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan kebijakan pemerintah akan terus responsif dengan berbagai inovasi yang ada termasuk mendorong insentif untuk ekonomi yang berdampak negatif rendah. “Namun memang proses perubahan memerlukan transisi,” ujar Hidayat dalam Bicara Data ‘Peluang Mendorong Investasi Saat Pandemi’ yang diselenggarakan, Senin (9/11).

Ia menjelaskan, eksternalitas negatif atau kegiatan ekonomi berdampak negatif menjadi salah satu komponen yang dipertimbangkan pemerintah dalam mengambil kebijakan. Pemerintah hingga kini masih merespons mayoritas isu ekternalitas negatif menggunakan instrumen cukai.

Meski demikian, ada beberapa insetif pemerintah yang mendukung isu tersebut. Salah satunya, insentif mobil listrik. “Kami akan terus dorong seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi,” kata dia.

Adapun Hidayat berpendapat bahwa insentif sebenarnya hanya merupakan pemanis dan bersifat temporer. Hal yang paling mendasar dalam memperbaiki investasi adalah reformasi struktural. Insentif juga tak melulu harus menggunakan instrumen fiskal yang terdapat dalam APBN. Insentif seperti kemudahan perizinan di berbagai kementerian atau sektoral justru yang paling penting dalam reformasi investasi.

Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat realisasi investasi pada kuartal ketiga 2020 mencapai Rp 209,0 triliun atau naik 8,9% dibandingkan kuartal sebelumnya seperti terlihat dalam Databoks di bawah ini.

Sumber: katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only