Ekspor Distop, Investasi Batubara Bisa Terancam

JAKARTA. Para pengusaha batubara tak bisa melewatkan pesta tahun baru 2022 dengan suka cita. Pasalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang produsen batubara untuk mengekspor produknya sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022.

Pemerintah beralasan, PLTU milik PLN dan perusahaan swasta (IPP) dalam kondisi darurat lantaran tak memiliki pasokan batubara.

Kebijakan larangan ekspor batubara dikeluarkan melalui surat yang diteken Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin pada 31 Desember 2021. Surat larangan ekspor batubara itu bernomor B-1611/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021.

Kebijakan menyetop ekspor batubara berawal dari surat Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo bernomor 77875.01.01/C01000000/2021-R tertanggal 31 Desember 2021 perihal krisis pasokan batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLN dan IPP.

Ia melaporkan pasokan batubara saat ini kritis dan ketersediaan batubara rendah. “Kebijakan ini bersifat sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 PLTU dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam,” kata Ridwan, dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengungkapkan, pasokan batubara ke setiap PLTU, baik milik PLN maupun IPP bergantung pada kontrak antara pemasok dan PLN/IPP.

APBI menilai kebijakan ini bakal berdampak pada terganggunya produksi batubara nasional sekitar 38 juta ton hingga 40 juta ton per bulan serta berdampak pada devisa batubara kurang lebih US$ 3 miliar per bulan.

“Pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti). Ini juga berpotensi mengganggu iklim investasi karena menunjukkan adanya ketidakpastian usaha,” kata dia, dalam pernyataan resminya, Sabtu (1/1) lalu.

Sekretaris Perusahaan PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) Sudin Sudiman mengungkapkan, pihaknya terkejut dengan kebijakan pemerintah melarang ekspor batubara. “Namun (Kami) bisa mengerti akan risiko yang dihadapi jika tidak mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi PLN,” kata dia kepada KONTAN, Minggu (2/1).

Sudin mengungkapkan, pihaknya berharap ada kesepakatan yang dapat tercapai antara Kementerian ESDM dan pelaku usaha terkait permasalahan ini. Menurut dia, realisasi pasokan domestic market obligation (DMO) GEMS hingga kuartal III 2021 mencapai 40%.

Produksi batubara GEMS pada kuartal III-2021  mencapai 22,1 juta ton atau turun 7,53% year-on-year (yoy). Pada kuartal III 2020 lalu GEMS membukukan produksi sebanyak 23,9 juta ton.

Sementara itu, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM) Adrian Erlangga menilai, kebijakan larangan ekspor batubara terkesan terburu-buru.

Jika ada dialog dan diskusi dengan pelaku usaha, kata dia, maka semua pelaku usaha pasti akan mendukung langkah pemerintah. “Seluruh penambang sudah punya jadwal pengiriman, sudah diatur dua tiga bulan sebelumnya. Jadi tidak bisa satu hari langsung berhenti,” ucap dia, kemarin.

Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid bilang, anggota Kadin yang merupakan pemasok batubara telah berupaya maksimal memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batubara untuk kelistrikan nasional sebesar 25%. “Hasil penelusuran kami, tidak semua PLTU Grup PLN termasuk IPP mengalami kondisi kritis persediaan batubara,” ungkap dia, dalam pernyataan resminya, Sabtu.   

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only