JAKARTA – Lembaga riset perpajakan Dany Darussalam Tax Center (DDTC) menilai, penerimaan pajak tahun 2018 yang hampir mencapai target dipengaruhi oleh membaiknya kondisi ekonomi nasional. Dalam APBN 2018, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.424 triliun.
Peneliti DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji menyebutkan, kondisi ekonomi telah memengaruhi peningkatan pendapatan dari sektor manufaktur, pertambangan dan perdagangan besar.
“Elastisitas pertumbuhan sektoral terhadap pertumbuhan penerimaan sektoral cenderung baik dengan tax gap yang rendah,” ujar Bawono, di Jakarta, Kamis (13/12), dikutip dari Antara.
Bawono menambahkan kondisi lain yang mendukung membaiknya penerimaan pajak adalah kestabilan sistem pajak dan keberpihakan pemerintah pada Wajib Pajak dibandingkan periode sebelumnya.
“Situasi yang stabil, tidak terlalu agresif, dan predictable membuat dunia usaha relatif mampu mengelola bisnis lebih baik,” kata Bawono.
Menurut dia, pemerintah telah membuat lingkungan pajak menjadi lebih baik meski tidak mengubah peraturan perundang-undangan secara drastis.
Situasi penerimaan pajak yang tumbuh tinggi juga, menurut Bawono, membuat pemerintah tidak mengajukan pembahasan APBN-Perubahan (APBNP) pada tahun ini. Lantaran tidak ada shortfall penerimaan pajak yang terlalu jauh.
Dengan kondisi ini, DDTC memperkirakan penerimaan pajak hingga akhir tahun berada pada kisaran Rp1.291,7 triliun sampai Rp1.322,5 triliun. Atau sekitar 90,71% sampai 92,87% dari target.
Nominal penerimaan pajak yang diprediksi bertumbuh sekitar 12,2% sampai 14,9% itu, ungkap Bawono akan berhasil memperbaiki kinerja elastisitas penerimaan pajak hampir dua kali lipat terhadap pertumbuhan ekonomi (tax buoyancy). Korelasi tersebut dikatakan akan berdampak positif bagi peningkatan tax ratio pada 2018 dan tahun-tahun selanjutnya.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir November 2018 telah mencapai Rp1.136,6 triliun atau 79,8% dari target yang tercantum dalam APBN 2018. Realisasi penerimaan pajak ini mengalami pertumbuhan 15,3% dibandingkan periode sama tahun 2017. Atau tumbuh, rata-rata 5% hingga 6% pada periode 2015-2017.
Melihat bulan sebelumnya, penerimaan pajak periode Januari-Oktober 2018 tercatat telah menembus Rp1.016,5 triliun. Perolehan ini terhitung naik 17,64% dari perolehan pajak pada periode yang sama di tahun sebelumnya atau year on year (yoy).
Mengutip laporan penerimaan pajak yang disusun Kementerian Keuangan pada laman resmi kemenkeu.go.id (APBN Kita), pertumbuhan positif ini ditopang oleh pertumbuhan PPh non-migas yang mencapai 17,03% (yoy). Serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) yang tumbuh 14,96% (yoy).
Disebutkan pula, pertumbuhan penerimaan pajak sampai bulan Oktober 2018 tersebut merupakan persentase penerimaan tertinggi selama periode yang sama dari tahun 2015 sampai 2018. Yakni sebesar 19,30% (yoy).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebutkan, realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun diproyeksikan dapat mencapai 93%. Proyeksi tersebut diperoleh dari menambahkan persentase realisasi saat ini dengan kuartal terakhir.
Pasalnya, hingga 30 September 2018 penerimaan pajak tercatat sebesar Rp900,82 triliun. Angka ini sejatinya masih kurang sebesar 36,74% dibandingkan target pajak yang bertengger di angka Rp1,42 ribu triliun.
Dapat tembusnya realisasi pajak hingga 93% pada akhir tahun sendiri, lanjut Yustinus, merupakan sumbangan penerimaan dari kuartal IV. Di mana di tiap tahunnya, penerimaan kuartal terakhir selalu lebih tinggi dibandingkan tiga kuartal sebelumnya.
“Sekitar 30-an% bisa kuartalan terakhir itu. Kurang lebih segitu. Jadinya kan sekitar 93%,” ujarnya kepada Validnews, beberapa waktu lalu.
Artinya jika proyeksi ini tidak melenceng jauh, penerimaan pajak per akhir Desember bisa tertoreh di nominal Rp1,32 ribu triliun. Persentase hingga 93% ini pun akan menjadi realisasi penerimaan pajak terbaik setidaknya dalam 6 tahun terakhir.
“Mulai turun itu kan 2012 ya. sebelumnya itu kita bisa 98% atau 97%,” jelas Yustinus.
Jika menilik penerimaan pajak hingga September pun, pengamat pajak ini mengacungkan jempol karena pertumbuhannya terjaga baik di kisaran 16,87% (yoy). Hasil yang positif ini dipandang disebabkan oleh dua faktor.
Yang pertama, secara alami perekonomian tumbuh sehingga pajak yang bisa diambil pun bertambah. Lalu yang kedua, kepatuhan wajib pajak secara umum meningkat secara agregat dan cukup merata.
“Ini yang mendorong tahun ini beda dari tahun lalu. Secara voluntary pasca amnesti, wajib pajak yang ikut amnesti itu memilih patuh sebenarnya,” tukas Yustinus.
Sumber: www.validnews.id
Leave a Reply