Perang Dagang Merontokkan Ekspor

JAKARTA. Neraca dagang Indonesia kembali defisit November ini. Bahkan, defisit semakin besar dibanding bulan sebelumnya. Membengkaknya defisit terpacu kinerja ekspor yang tertekan perang dagang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan bulan November 2018 defisit mencapai US$ 2,05 miliar, lebih besar dibandingkan sebulan sebelumnya yang defisit US$ 1,77 miliar. Defisit ini juga yang terbesar sejak September2011 yang mencapai US$ 2,37 miliar.

Besarnya defisit akibat ekspor November 2018 hanya US$ 14,83 miliar, turun 6,69%dibanding Oktober yang sebesar US$ 15,8 miliar. Nilai tersebut juga turun secara tahunan sebesar 3,28% dari US$ 15,33 miliar.

Secara sektoral, penurunan non-migas terjadi di sektor industri pengelolahan yang turun 8,12% secara bulanan, atau pada November 2018 ini tercatat ekspor senilai US$ 10,68 miliar. Itu antara lain karena penjualan kelompok barang mesin/peralatan mesin yang secara bulanan turun 7,63% menjadi US$ 727,8 juta.

Ekspor perhiasan/permata drop paling dalam sebesar 52,48% menjadi US$ 309,7 juta, lalu ekspor bubur kayu merosot 33,41% menjadi US$ 142,6 juta. “Hampir semua negara tujuan ekspor utama juga melemah,” papar Suhariyanto, Kepala BPS, dalam konfersi pers, Senin (17/12).

Ini diperkirakan akibat perang dagang, sehingga negara-negara tersebut mengurangi pembelian barang dari luar negeri. Ekspor ke Amerika Serikat (AS) misalnya,turun 5,04% secara bulanan menjadi US$ 1,46 miliar. Ekspor ke China turun lebih besar, 7,1% menjadi US$ 2,01 miliar. Namun ekspor ke China masih terbesar dibandingkan dengan negara lain.

Dari negara tujuan utama ekspor, hanya Jepang dan Korea Selatan yang mencatatkan pertumbuhan positif. Ekspor ke Jepang naik sebesar 6,1% menjadi US$ 1,36 miliar dan ke Korea Selatan tumbuh 5,28% menjadi US$ 665,3 juta.

Kuncinya kendali impor

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kinerja ekspor memang menjadi tantangan yang harus diatasi. Dinamika perekonomian maupun tensi perdagangan global yang memanas menjadi penyebab utama ekspor sulit tumbuh.

“Dalam kondisi ekonomi sekarang, kemampuan menyerap ekspor di wilayah pemasaran baru masih sangat terbatas,” ujar Menkeu.

Namun Menkeu menegaskan, pemerintah akan tetap berupaya memacu ekspor. Itu antara lain, melalui peningkatan daya saing produk-produk Indonesia serta mendorong berbagai kebijakan yang sifatnya insentif.

Untuk menyehatkan neraca dagang dalam jangka pendek, pemerintah tetap mengutamakan kebijakan pengendalian impor. Caranya yakni dengan mengoptimalkan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) terhadap 1.147 barang konsumsi serta memaksimalkan program mandatori biodisel 20% (B20).

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih menganalisa, dengan perang dagang yang belum ada titik akhirnya, neraca dagang Desember diperkirakan juga masih akan defisit. Pasalnya, gencatan senjata perang dagang baru akan efektif awal tahun 2019. Selain menjaga daya beli masyarakat, diversifikasi ekspor juga penting.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only