Ada potensi ekspor, insentif pajak untuk sektor jasa perlu diperluas

JAKARTA. Pemerintah tengah mendorong ekspor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkecil current account deficit (CAD). Bila membedah lebih dalam, Indonesia memiliki peluang untuk mengekspor jasa namun selama ini ketergantungan dengan impor jasa.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyebut, CAD yang dialami Indonesia pada tahun 2017 mencapai jumlah US$ 17,29 miliar. Defisit ini terjadi karena besarnya ketergantungan negara pada impor jasa.

“Kita beli jasa di luar lebih banyak dibandingkan kita ekspor jasa ke luar, ini penyakit struktural, kita tidak bisa bikin ekspor tanpa impor dulu,” ungkapnya dalam dialog “Peluang dan Tantangan Ekspor Jasa Indonesia”, yang digelar oleh CSIS di Jakarta, Senin (23/7) kemarin.

Pemerintah, kata Suahasil, telah menerapkan perluasan insentif pajak untuk mengatasi masalah defisit Indonesia termasuk insentif tax holiday untuk investasi di bidang manufaktur. Lewat insentif ini, diharapkan ekspor jasa manufaktur dapat tumbuh dan memberikan dampak positif terhadap neraca jasa.

Namun demikian, itu saja tidak cukup untuk mendorong perbaikan neraca jasa. Selain itu, yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan perluasan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sektor-sektor ekspor jasa yang dipandang strategis oleh pemerintah.

Meski begitu, Suahasil menekankan perluasan pembebasan PPN ekspor jasa masih diperhadapkan dengan isu pengawasan konsumsi. Oleh karena itu, pemerintah tengah menggodok langkah untuk memastikan ekspor jasa dikonsumsi di luar negeri.

“Selain pembebasan pajak investasi asing, pemerintah juga perlu mendorong pembebasan PPN atas ekspor jasa untuk meningkatkan daya saing Indonesia”, ujar Suahasil.

Mantan Menteri Perdagangan dan Ekonom CSIS Mari Elka Pangestu bilang, Indonesia diharapkan mampu membuka peluang-peluang baru untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Salah satunya fokus kepada ekspor jasa.

“Kita harus perhatikan struktur impor jasa kita, daya saing kita di mana saja, sehingga kita dapat meningkatkan standar dan lebih bersaing,” ujar Mari.

Ia mencatat, sektor jasa tumbuh 5,69% di tahun 2017, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional 5,07% dan sektor lainnya, seperti manufaktur 4,95% dan agrikultur 2,59%.

“Komposisi sektor jasa dalam PDB nasional meningkat 40,6% di 2010 menjadi 43,6% di 2017, sementara sektor agrikultur dan manufaktur menurun. Karena itu jasa berperan sebagai input atau enabler untuk sektor lainnya seperti logistik, transportasi, travel, dan bisnis agar bisa bersaing,” tambahnya.

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only