Sri Mulyani dan DPR sahkan aturan baru soal PNBP

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat paripurna dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pengesahan Undang-Undang (UU) tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). UU ini merupakan pengganti UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun.

Revisi ini dibutuhkan untuk mengatasi beberapa persoalan PNBP, antara lain disebabkan masih adanya pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Selain itu, beleid ini juga mengatur penyetoran PNBP yang terlambat atau tidak disetor ke kas negara maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN.

“Salah satu faktor yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dan tantangan tersebut adalah perlunya segera melakukan revisi atau perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan Undang Undang baru yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan PNBP saat ini,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/7).

Sri Mulyani mengatakan, perubahan aturan ini juga diperlukan untuk mengantisipasi tantangan di masa depan. Sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan Negara yang berasal dari PNBP dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak ini akan sangat bermanfaat sebagai alat untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, pelestarian lingkungan hidup untuk keseimbangan antar generasi dan tetap mempertimbangkan aspek keadilan,” jelasnya.

Adapun pokok-pokok penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR RI antara lain sebagai berikut:

1. Penyempurnaan definisi dan ruang lingkup PNBP.

2. Pengelompokan objek PNBP menjadi 6 klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.

3. Pengaturan tarif PNBP dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk pengaturan kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp 0,00 (nol rupiah) atau 0 persen (nol persen) untuk kondisi tertentu.

4. Penguatan pengawasan oleh Menteri Keuangan dan Menteri atau Pimpinan Lembaga dalam rangka pengelolaan PNBP.

5. Penyempurnaan aturan pengelolaan PNBP termasuk penggunaan dana PNBP oleh instansi pengelola PNBP untuk unit-unit di lingkungan kerja dalam rangka peningkatan layanan.

6. Penyempurnaan mekanisme pemeriksaan PNBP, keberatan, keringanan (berupa penundaan pengangsuran, pengurangan dan pembebasan), dan pengembalian PNBP.

7. Ketentuan peralihan berupa penyelesaian hak dan kewajiban Wajib Bayar yang belum diselesaikan sebelum berlakunya RUU, diberikan jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak RUU PNBP mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum RUU PNBP.

Sumber : merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only