Diskon Tarif Pajak untuk UMKM Indonesia

Salah satu isu besar perpajakan saat ini selain tentang realisasi penerimaan pajak, automatic exchange of information (AEOI), dan insentif pajak adalah tarif pajak baru untuk UMKM. Pemerintah memberikan pengurangan tarif pajak penghasilan (Pph) bagi para UMKM menjadi hanya 0,5%.

Beberapa waktu lalu, tepatnya di bulan Juni dan masih dalam suasana libur hari raya Idul Fitri 1439 H, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo beserta jajaran dari Kementerian Keuangan dan tentunya Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan aturan baru tarif khusus Pajak Penghasilan bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu di Surabaya dan Denpasar. Aturan yang berlaku per 1 Juli 2018 tersebut sah menggantikan PP 26 Tahun 2013 yang memberikan pengurangan tarif pajak penghasilan bagi para UMKM menjadi hanya 0,5%.

Langkah pemerintah ini tentu bukannya tanpa dasar atau kajian yang memadai. Dari data Kementerian Koperasi dan UKM, ternyata UMKM sangat mendominasi perekonomian di Indonesia, baik dari jumlah unit, tenaga kerja maupun produk domestik bruto. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa dari seluruh jumlah unit usaha di Indonesia, 98,8% didominasi oleh UMKM.

Dari total tenaga kerja, 96,99% bekerja di sektor usaha UMKM. Bahkan, 60,3% produk domestik bruto di Indonesia saat ini berasal dari UMKM. Walaupun penerimaan pajak penghasilan UMKM dari tahun 2013 sampai 2017 relatif kecil (2,2% terhadap total penerimaan PPh yang dibayar sendiri oleh wajib pajak (WP), baik WP badan dan WP orang pribadi di tahun 2017), faktanya terjadi tren peningkatan setiap tahunnya. Bahkan pembayaran oleh wajib pajak orang pribadi menunjukkan tren yang lebih tinggi dibandingkan oleh pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak badan.

Dengan terjadinya perlambatan ekonomi global yang antara lain disebabkan karena Trump Effect, perlambatan perekonomian Tiongkok, suku bunga negatif dan tingkat bungka dari FED yang semakin meningkat dan mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit dan berpengaruh besar pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, rasanya UMKM adalah harapan baru untuk mendongkrak perekonomian negara kita.

Walaupun target penerimaan pajak terus meningkat seiring dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan menjadi tantangan tersendiri bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), namun dukungan terhadap UMKM harus diberikan agar jumlahnya semakin banyak dan berdampak pada penerimaan pajak juga nantinya.

Dengan alasan tersebut, akhirnya pemerintah mengambil langkah untuk memberikan insentif berupa penurunan tarif pajak bagi UMKM. Insentif tersebut diberikan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal.

Adanya berbagai online market dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang bergerak dalam kegiatan ekonomi formal untuk menjalankan usahanya dengan cara yang lebih efektif dan efisien terutama dari segi biaya. Selain memberikan keadilan bagi para pelaku usaha UMKM, pengurangan tarif pajak juga dilakukan untuk memberikan kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan juga memberi kesempatan berkontribusi bagi begara.

Namun demikian, berbeda dengan aturan sebelumnya yaitu PP 46/2013, tarif khusus 0,5% ini tidaklah berlaku abadi. Wajib pajak orang pribadi dapat memanfaatkan selama 7 tahun, sedangkan untuk perseroan terbatas (PT) selama 3 tahun, dan untuk CV/firma/koperasi selama 4 tahun saja sejak terdaftar (bagi WP baru) dan berlakunya PP 23/2018.

Alasan pembatasan waktu pemanfaatan tarif khusus rasanya masuk akal karena pemerintah juga ingin wajib pajak merasakan keadilan, yaitu jika mendapatkan untung maka bayar pajak, dan sebaliknya jika rugi, tidak bayar pajak. Namun, hal itu hanya bisa dilakukan serta ditunjukkan oleh wajib pajak jika mereka melakukan pembukuan untuk mencatat usahanya.

Berbeda dengan tarif final, wajib pajak tetap harus bayar pajak, baik usahanya untung maupun rugi. Berlakunya PP 23 ini rupanya juga memberikan pembelajaran bagi para pelaku usaha UMKM agar dapat melakukan usahanya dengan semakin baik dan profesional.

Pada akhirnya, baik pemerintah maupun wajib pajak akan sama-sama diuntungkan. Perbedaan lainnya dengan PP 46/2013 adalah mengenai subjek pajak, di mana di PP 23/2018 ini yang dikecualikan adalah para wajib pajak yang memilih untuk dikenai PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E UU PPh, persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, WP badan yang memperoleh fasilitas pasal 31A UU PPh dan PP 94, dan juga Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Dengan beragam keistimewaan yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya mendukung UMKM untuk berkembang dan juga taat pajak, wajib pajak tentunya juga diberikan kemudahan untuk memanfaatkan PP 23 ini.

Cukup dengan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan mendapatkan NPWP, menghitung jumlah peredaran brutonya setiap bulan, kemudian setor sendiri atau bisa juga dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak dengan terlebih dahulu mengajukan surat keterangan ke KPP.

Bagi wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) setahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar termasuk seluruh gerai/ outlet, baik pusat atau cabang, jika ada, dapat memanfaatkan tarif khusus ini. Cara bayarnya juga mudah, cukup dengan membuat kode billing dan bayar pajaknya di bank, mini ATM, internet dan mobile banking dan ATM. Bahkan di beberapa bank dimungkinkan untuk membuat billing sekaligus bayar pajak PP 23/2018 di mesin ATM-nya.

Pertanyaan berikutnya yang mungkin akan terlintas di benak wajib pajak terkait dengan batas waktu berlakunya tarif khusus PP 23 ini

adalah bagaimana jika batas waktu pemanfaatan berakhir sementara wajib pajak belum dapat melakukan pencatatan dengan mudah dan membuat pembukuan? Ternyata hal ini juga sudah dipikirkan jalan keluarnya dengan adanya aplikasi android untuk akuntansi UKM. Aplikasi ini mempermudah pembuatan pencatatatan untuk PPh Final UMKM.

Aplikasi ini juga menyediakan fitur pembuatan SPT Tahunan PPh untuk PPh Final UMKM, selain dapat digunakan sebagai media belajar membuat pembukuan dan tersedia pula petunjuk dan ilmu akuntansi dasar tersegmentasi dalam bentuk e-book. Aplikasi ini juga tersedia 100% gratis bagi para wajib pajak.

Untuk mendukung implementasi PP 23 ini, Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/ PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang tentunya membantu baik wajib pajak dan petugas pajak dalam pelaksanaan PP ini dengan lebih komprehensif.

Dengan segala fasilitas ini, pemerintah telah membuat kegiatan UMKM seolah-olah naik kelas dan istimewa. Sehingga tidak berlebihan rasanya jika para wajib pajak dapat segera memanfaatkannya dengan baik. Selain turut membangun negeri, para wajib pajak juga dapat mengajak UMKM lain membangun negeri bersama-sama dengan taat pajak karena pajak kita untuk kita. Pajak final PP 23 tahun 2018, setengah persen sepenuh hati menuju kemandirian APBN.

Sumber: Beritasatu

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only