Pajak Rokok Jadi Pajak Penutup Dosa untuk Tutupi Defisit BPJS Kesehatan

JEMBER – Taufik Hidayat, menjawab pertanyaan peserta seminar nasional ‘Sinergitas Sektor Kesehatan Mencapai Universal Health Coverage tahun 2019 sebagai Perwujudan Indonesia Sehat’ di Universitas Jember,  pada Sabtu (20/10/2018).

Seorang mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember Hasianda mempertanyakan pemakaian pajak rokok untuk menutup defisitnya biaya pengobatan di BPJS Kesehatan.

“Jika dilakukan dalam jangka panjang apakah tidak menimbulkan dampak negatif. Sedangkan dalam UU sudah disebutkan, jika BPJS Kesehatan bisa menutupi kekurangan pembiayan dengan cara pengurangan pemanfaatan layanan, menaikkan premi, dan minta dana dari pemerintah,” tegas Hasianda.

Sang Ketua Umum Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan (Pamjaki) Indonesia pun menyebut, pajak rokok yang dipakai untuk menutup tunggakan utang BPJS Kesehatan, sebagai pajak menutup dosa (sin-tax).

“Jika dana yang dipakai itu datang dari cukai atau pajak rokok, itu pilihan yang fair. Sebut saja itu sin-tax, pajak hukuman membayar ganti rugi karena ikut menyebabkan orang lain jadi perokok pasif. Pajak hukuman untuk orang tua perokok yang memilih membeli rokok daripada membelikan anak balitanya makanan yang bergizi,” tegas Taufik.

Jika ingin cara ekstrem, lanjut Taufik, para perokok seharusnya tidak boleh ikut program JKN jika mempersoalkan pajak atau cukai rokok yang dipakai untuk menutupi defistinya biaya kesehatan di BPJS Kesehatan.

‘Kalau perlu para perokok itu dibiayai oleh pabrik rokok saja jika sakit. Pasti biayanya akan lebih besar daripada pajak yang mereka bayarkan,” imbuhnya.

Menurutnya, pola pikir negatif yang masih mempertanyakan ide pajak rokok dipakai untuk pembiayaan biaya kesehatan rakyat Indonesia, harus dibalik.

Sedangkan Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Jatim Handaryo menegaskan, BPJS Kesehatan hanya menerima dana dari pemerintah yang disalurkan lewat APBN atau APBD untuk dana PBI (Penerima Bantuan Iuran) daerah.

“Pajak rokok itu masuknya ke APBN dan kemudian disuntikkan ke BPJS Kesehatan, jadi yang kami terima sudah dalam bentuk APBN,” kata Handaryo.

 

Sumber : tribunnews.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only