Tekan CAD, Sri Mulyani Tarik Valas ke Dalam Negeri

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah terus menggenjot ekspor guna menekan defisit transaksi berjalan. Pasalnya, ia mengatakan persoalan yang ada saat ini adalah terkait suplai valuta asing ke dalam negeri.

“Kalau ekspor tetap lebih rendah dari impornya, maka persoalannya akan dikendalikan dengan menaikkan ekspor,” ujar Sri Mulyani Indrawati di Kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta, Jumat 26 Oktober 2018.

Di samping itu, pemerintah juga terus meninjau volume impor hingga akhir tahun ini. Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menekan impor, antara lain perluasan mandatori biodiesel B20 hingga kenaikan tarif Pajak Penghasilan Impor untuk barang-barng impor konsumtif.

“Kalau hari ini kenaikannya dipicu oleh impor yang masih meningkat, kami akan makin fokus mengenai masalah impornya,” ujar Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, defisit transaksi berjalan sejatinya bergantung kepada tiga aspek. Aspek tersebut antara lain ekspor, impor, dan jasa. Sehingga, guna mengendalikan defisit transaksi berjalan, pemerintah perlu memantau volume dari tiga aspek tersebut.

Bank Indonesia memprediksi defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 tidak bakal melebihi 3,5 persen. Pada dua triwulan sebelumnya, defisit transaksi berjalan menunjukkan tren melebar. Pada triwulan I defisit tersebut tercatat 2,2 persen sementara pada triwulan II tercatat 3 persen.

Untuk keseluruhan tahun, Bank Indonesia menargetkan defisit transaksi berjalan di bawah 3 persen dan berupaya menekan angka tersebut ke 2,5 persen pada 2019.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan negara-negara berkembang termasuk Indonesia untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan. Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan kesenjangan juga dihadapi oleh perekonomian dunia, yaitu masih adanya negara yang menderita defisit neraca transaksi berjalan (CAD), di satu sisi ada pula negara yang sudah mencatatkan surplus besar dalam neracanya.

“Untuk melindungi stabilitas ekonomi dibutuhkan kerja sama antara kedua negara, saling mendukung sata sama lain,” ujarnya, di sela Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2018, di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu kerentanan yang lain juga datang dari sisi fiskal. Menurut Lagarde, tantangan lain yang tak boleh diabaikan adalah peningkatan kerentanan utang. Adapun berdasarkan catatan IMF, total utang pemerintah dan swasta global mencapai US$ 182 triliun atau mencapai 224 persen dari PDB global.

Kondisi ini 60 persen lebih tinggi kondisi di 2007 silam. “Kondisi pengetatan moneter negara maju kemudian menjadi angin balik bagi aliran modal yang tadinya berada di negara berkembang.”

Dia pun mengingatkan kepada para pengambil kebijakan agar melengkapi ketahanan ekonomi negaranya dengan jaring pengaman finansial. “Salah satunya dengan meningkatkan kekuatan perekonomian domestiknya,” ucapnya.

Sumber : tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only